Rabu 13 Dec 2017 15:03 WIB

Israel Tangkap Pemimpin Hamas yang Tolak Inisiatif Trump

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang warga Palestina ditangkap tentara Israel (ilustrasi).
Foto: Alaa Badarneh/EPA
Seorang warga Palestina ditangkap tentara Israel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pasukan Israel menggelar operasi di Tepi Barat pada Selasa (12/12) malam. Dalam operasi itu pasukan Zionis  menahan 32 orang Palestina. Mereka dicurigai terlibat dalam aktivitas teror dan kerusuhan.

Petugas keamanan Shin Bet mengatakan mereka juga menahan salah seorang senior pemimpin Hamas, Sheikh Hassan Yousef, di Ramallah. "Dia dicurigai terlibat dalam mempromosikan dan memajukan aktivitas Hamas di Tepi Barat," ujar sebuah pernyataan di media Palestina, dikutip The Times of Israel.

Yousef baru saja dibebaskan dari penahanan administratif, dan telah ditangkap beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir. Awal pekan ini, dia menyerukan tindakan keras atas pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Sejak Trump mengumumkan keputusannya pada Rabu lalu, di Tepi Barat telah terjadi demonstrasi yang segera berubah menjadi bentrokan. Hamas pekan lalu menyerukan intifada baru untuk melawan Israel atas keputusan AS. Hamas mendesak warga Palestina untuk menghadapi tentara dan pemukim, dan mengizinkan ribuan warga Gaza untuk bentrok dengan tentara Israel di pagar perbatasan Gaza.

Angkatan Udara Israel pada Rabu (13/12) pagi menyerang sebuah fasilitas Hamas di Jalur Gaza selatan. Serangan ini merupakan pembalasan atas tembakan roket Palestina yang dilakukan sebelumnya.

Pada Ahad (10/12), Israel menghancurkan sebuah terowongan Hamas yang menembus ratusan meter ke wilayah Israel dari Jalur Gaza selatan. Terowongan ini adalah terowongan kedua yang hancur oleh Israel dalam waktu kurang dari enam pekan.

Dalam pidatonya, Trump menentang demonstrasi di seluruh dunia dan bersikeras setelah kegagalan berulang untuk mencapai perdamaian, pendekatan baru telah terlambat dilakukan. Ia mengklaim keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota pemerintahan Israel adalah berdasarkan kenyataan.

Trump menekankan dia tidak menentukan batas-batas kedaulatan Israel di kota tersebut, dan meminta agar tidak terjadi perubahan status quo di tempat-tempat suci di kota itu. Status terakhir Yerusalem masih isu utama dalam perundingan damai antara Israel dan Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement