Kamis 11 Jan 2018 22:32 WIB

AS Didesak Pertahankan Kesepakatan Nuklir dengan Iran

Rep: Marniati/ Red: Budi Raharjo
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID,BRUSSELS -- Inggris, Prancis, Jerman dan Uni Eropa melakukan seruan bersama ke Amerika Serikat untuk melindungi pakta nuklir Iran. Mereka mengatakan

Teheran memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan dari pencabutan sanksi tersebut.

Jelang batas waktu keputusan AS terkait kesepakatan nuklir tersebut, Diplomat tertinggi Uni Eropa Federica Mogherini mengadakan pertemuan dengan negara-negara Eropa untuk menunjukkan dukungan terkait kesepakatan nuklir tersebut.

Inggris, Prancis dan Jerman adalah tiga kekuatan Eropa pada kesepakatan nuklir yang dinegosiasikan di 2015 tersebut. "Kesepakatan itu penting dan tidak ada alternatif lain.Kami tidak menyembunyikan pertentangan lain dengan Iran," ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan sebelum dimulainya pertemuan di Brussels, menyebut kesepakatan nuklir tersebut merupakan sebuah kesepakatan penting untuk membuat dunia lebih aman. Ia mendesak AS untuk tidak menghilangkan kesepakatan tersebut.

Dilansir The Guardian, Kamis (11/1), baik Johnson maupun presiden Prancis, Emmanuel Macron, secara tegas menyatakan dukungan mereka terhadap kesepakatan nuklir dalam beberapa hari ini. Mereka juga meminta kepatuhan Iran terhadap persyaratan spesifiknya. Hal ini tidak mencakup pengesahan perilaku Iran baik di Timur Tengah maupun di dalam negeri.

Dalam pidato tahun barunya, Macron mengatakan kesepakatan Iran harus dilengkapi dengan kesepakatan rudal balistik dan kerangka kesepakatan mengenai kebijakan luar negeri Iran yang lebih luas. Pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa ini juga dihadiri Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif.

Pertemuan ini untuk mengulangi dukungan mereka terkait kesepakatan nuklir Iran. Ini adalah pertemuan langsung pertama antara UE dan pemimpin Iran sejak demonstrasi anti pemerintah yang berlangsung di Iran selama dua pekan.

Pemimpin Uni Eropa mengutuk tindakan keras pemerintah Iran terhadap para pemrotes selama demonstrasi berlangsung. Namun mereka juga menegaskan tetap menjadi mitra terpercaya dalam memenuhi kesepakatan nuklir yang ditandatangani pada 2015.

Keputusan Trump pada Oktober untuk tidak mengesahkan kepatuhan Iran terhadap kesepakatan nuklir telah membuat Washington berselisih dengan semua penandatangan perjanjian lainnya yakni Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Cina dan Uni Eropa.

Sekutu Eropa telah memperingatkan adanya perpecahan dengan Amerika Serikat mengenai kesepakatan nuklir tersebut. Mereka mengatakan jika Washington mengulangi sanksi terhadap Iran, pakta perjanjian tersebut akan rusak.

Trump harus memutuskan pada pertengahan Januari apakah akan melanjutkan pembebasan sanksi AS terhadap ekspor minyak Iran berdasarkan ketentuan perjanjian. Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada Selasa bahwa administrasi Trump diperkirakan akan memutuskan pada Jumat.

Departemen Luar Negeri AS berharap keputusan AS pada Jumat esok menyerukan kembali sanksi untuk Iran sebagai cara untuk mendorong demonstran anti pemerintah yang merasa frustasi dengan ekonomi Iran.

Inggris memperingatkan pemberian sanksi kembali akan membuat Washington disalahkan oleh kelompok garis keras di Teheran atas kesulitan ekonomi Iran. Wakil menteri luar negeri Iran, Abbas Araghchi, pekan ini mengatakan UE harus siap jika Amerika Serikat mencabut kesepakatan tersebut.

Kepala perunding nuklir Iran, Majid Takht-e Ravanchi, mengatakan AS akan kehilangan banyak hal dari Iran jika mereka mencabut kesepakatan tersebut. Iran akan merespons hal tersebut dengan cepat. Dia menekankan kesepakatan tersebut tidak dapat dibuka kembali untuk memasukkan isu-isu baru.

"Kami telah secara terbuka mengatakan kepada mereka untuk tidak memikirkan negosiasi mengenai isu-isu yang terkait dengan pertahanan dan isu-isu regional tidak sesuai untuk dibahas di sini," ujar Zarif.

Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri Inggris Jack Straw, yang berbicara sebelum pertemuan di Brussels, menuduh AS imperialisme. Ia mengatakan jika Trump menolak memperpanjang keringanan sanksi tersebut, Eropa dapat merespons dengan menginstruksikan perusahaan yang berbasis di UE untuk tidak bekerja sama dengan AS. Ini meruapakan sarana potensial untuk melindungi mereka dari ancaman sanksi AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement