Jumat 16 Jul 2010 07:35 WIB

Imigrasi Rafah Dipadati Pengunjung yang akan Masuk Gaza

Rep: ismail lazarde/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,RAFAH--Kantor Imigrasi Rafah di perbatasan antara Mesir dan Palestina dipenuhi pengunjung yang ingin masuk ke Jalur Gaza. Sejak pukul 10.00 waktu setempat, ratusan orang mengurus izin masuk di kantor seluas seperempat lapangan bola tersebut.

Kendati sudah disediakan barisan bangku-bangku tunggu, namun pemohon izin memilih berjubel di depan loket pengurusan paspor. Tidak adanya pengeras suara dan papan petunjuk informasi membuat pemohon izin memilih tempat menunggu di dekat loket.

Sejumlah relawan dan wartawan asing juga tampak dalam ratusan pemohon izin. Namun, pemohon didominasi pemegang paspor Palestina yang umumnya mengenakan jilbab kurung serba hitam.

Tangisan bayi yang ikut dalam antrean mewarnai suasana riuh di depan loket imigrasi. Termasuk dalam antrean pemohon izin masuk adalah relawan dari Indonesia yang berasal dari Dompet Dhuafa Republika, Mer-C, dan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Ahmad Jadallah yang mengaku sebagai wartawan Reuteurs, mengeluhkan pelayanan petugas imigrasi Rafah yang terkesan tak begitu memperdulikan para pemohon izin masuk Gaza. "Anda lihat sendiri bayi itu menangis keras tanpa ada petugas yang peduli. Tak seharusnya kondisi ini dibiarkan," ujar Jadallah kepada Republika, di Rafah, Kamis (15/7).

Kendati demikian, Jadallah melanjutkan, diperkenankannya ratusan orang mengajukan izin masuk Gaza melalui pintu Rafah merupakan kemajuan yang cukup baik. Dibandingkan dengan satu-dua bulan lalu, kata Jadallah, orang yang boleh masuk ke imigrasi sangat dibatasi jumlah dan waktunya.

"Bulan lalu pintu hanya buka hari-hari tertentu dan orangnya dibatasi. Sekarang Anda bisa masuk (ke imigrasi) setiap hari dari jam 10 pagi sampe jam 18.00," tutur Jadalah.

Karim, pemegang paspor Palestina, menyatakan rasa syukurnya bisa masuk ke Gaza setelah mendapatkan visa dari Imigrasi Rafah. "Anda tahu, selama ini susah masuk ke sana," kata Karim bergegas masuk ke pintu imigrasi menuju Rafah. Dia hanya berujar, "Saya dan keluarga akan menjumpai saudara di sana," imbuhnya singkat. Karim pergi bersama dua orang wanita dan seorang anak ke Gaza.

Sementara itu, di pintu gerbang luar Rafah, puluhan pemuda Mesir saling berkejaran berlomba mendapatkan jasa membawa barang pengunjung Gaza. Setiap kendaraan yang datang, baik itu taksi atau mobil sewaan, selalu dikerumuni pemuda-pemuda Mesir yang ingin menawarkan jasa. Umumnya, mobil yang datang membawa tumpukan barang yang diletakkan di bagasi dan atap mobil.

Tentu saja mereka berebutan menawarkan jasa karena mobil-mobil pembawa pengunjung tak diperkenankan mendekat ke pintu gerbang. Untuk membawa barang-barang dari mobil terparkir sampai gerbang yang hanya berjarak kurang dari 100 meter, uang jasa yang bisa diterima memang cukup menggiurkan.

Sa'ad, salah satu pemuda penyelia jasa angkutan barang, mengatakan, satu kali angkut dirinya bisa memperoleh 10 sampai 20 pounds (sekitar Rp 35 ribu).

"Itu untuk semua barang yang diangkut. Kalau ada tiga orang yang membantu, ya dibagi tiga," ucap Sa'ad. Adakalanya Sa'ad memperoleh 50 sampe 100 pounds untuk barang-barang yang berjumlah banyak dan besar-besar.

"Tidak ada tarif resminya, tapi pasti mereka juga punya ukuran dan pengertian karena kita membantu bawa barang-barangnya," kata Sa'ad.

Ihwal nasib para relawan dan jurnalis Indonesia, sampai pukul 16.00 waktu setempat, belum satu pun yang bisa melewati pinti imigrasi di Rafah."Kita sudah menunggu hampir lima jam untuk mendapatkan kepastian bisa atau tidak melintas. Kita akan tetap tunggu sampai ada kepastian," tandas Ketua Tim Dompet Dhuafa Republika, Bambang Suherman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement