REPUBLIKA.CO.ID,MOGADISHU--Perdana Menteri Somalia Omar Abdirashid Sharmarke mengatakan, ia telah mengundurkan diri pada Selasa, setelah berbulan-bulan mengalami tekanan penumbangan pemerintah dukungan PBB. Pemerintah telah gagal mengakhiri tiga tahun perang gerilya oleh kelompok Islam garis keras yang kini menguasai sebagian besar wilayah ibu kota Mogadishu, juga di di wilayah selatan dan tengah Somalia.
"Setelah mempertimbangkan krisis politik di pemerintahan dan meningkatnya ketidak-amanan di Somalia, saya telah memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai perdana menteri," kata Sharmarke kepada wartawan.
Saat menyampaikan keterangan kepada wartawan tersebut, Sharmarke didampingi oleh Presiden Somalia, Syeikh Sharif Ahmed. Presiden Ahmed mengatakan ia menerima pengunduran diri Shamarke untuk istrirahat dan mengatakan ia ia akan menominasikan seseorang untuk menggantikan posisinya sebagai perdana menteri baru sesegera mungkin.
Parlemen sedianya pada Sabtu melakukan pemungutan suara untuk mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Sharmarke, namun sidang itu ditunda karena dianggap tidak efisien dan tidak memenuhi kuorum. Sharmarke mendapat tekanan kuat yang dipelopori Presiden Ahmed agar mengundurkan diri dalam beberapa bulan ini.
Parlemen Somalia sudah pernah melakukan pemungutan suara untuk mendongkel Sharmarke dan pemerintahnya yang didukung Barat. Namun, PM tersebut menolak mosi itu pada Mei dan menyebutnya sebagai tidak konstitusional dan tidak bersedia mengundurkan diri. Sejumlah analis negara Tanduk Afrika itu mengatakan bahwa Ahmed, hanya berusaha mempertegas lagi wewenangnya atas pemerintah yang rapuh dan negara yang gagal itu.
Somalia tidak memiliki pemerintah pusat yang efektif setelah penggulingan presiden pada 1991 dan sejak itu dilanda kekacauan. Dalam dua tahun terakhir, gerilyawan membunuh lima menteri dan puluhan tentara penjaga perdamaian dari Uni Afrika dan menyerang para pejabat pemerintah.