Ahad 20 Feb 2011 09:10 WIB

Sniper Lepaskan Tembakan, Puluhan Demonstran Libya Tewas

Seorang warga Libya mengusung gambar Moamar Gaddafi saat muda dalam unjuk rasa di Benghazi
Foto: AP
Seorang warga Libya mengusung gambar Moamar Gaddafi saat muda dalam unjuk rasa di Benghazi

REPUBLIKA.CO.ID,TRIPOLI - Puluhan demonstran tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan Libya di kota timur Benghazi pada Sabtu (20/2). Demikian kata seorang saksi mata dalam kerusuhan terburuk dalam empat dekade pemerintahan Muammar Gaddafi.

''Penembak-penembak jitu melepas tembakan ke arah para pemrotes dari satu kompleks,'' kata warga yang tidak mau disebutkan namanya. "Puluhan tewas ... tidak 15, puluhan. Kita berada di tengah pembantaian di sini.''

Pria itu mengatakan bahwa dia membantu membawa para korban ke rumah sakit setempat. Pihak berwenang Libya tidak mengizinkan wartawan asing ke negara itu sejak protes terhadap Gaddafi meletus. Laporan saksi tidak bisa diverifikasi secara independen.

Saksi mengatakan pasukan keamanan telah membentuk garis pertahanan 50 meter (yard) di sekitar pusat komando tempat mereka mundur. Mereka menembak kepada siapa saja yang mendekat batas itu.

Dia mengatakan pengunjuk rasa tewas setelah mereka mencoba menerobos ke pusat komando. Tetapi, sumber menyebut mereka ditembak oleh sumber-sumber keamanan dari menara pengintai dan lokasi dekat dengan pusat komando. Penduduk lain sebelumnya juga mengatakan pasukan keamanan dibatasi dalam satu kompleks yang juga disebut "pusat komando."

Pengamat hak asasi manusia (HAM) internasional, Human Rights Watch (HRW), mengatakan sebelumnya bahwa 84 orang telah tewas selama tiga hari terakhir dalam operasi keamanan sengit sebagai tanggapan atas aksi-aksi protes anti-pemerintah yang berupaya meniru demonstrasi di negara tetangga Mesir dan Tunisia. Kekerasan itu terkonsentrasi di sekitar Benghazi, sekitar 1.000 kilometer (625 mil) di timur ibu kota, tempat dukungan tradisional untuk Gaddafi telah makin merosot di seluruh negeri.

Tidak ada tanda-tanda akan terjadinya pemberontakan nasional. Penduduk mengatakan kekerasan mulai mengkhawatirkan persediaan makanan. "Masalah pasokan makanan mulai terpengaruh pada hari ini. Terlihat antrian panjang untuk mendapatkan roti dan toko-toko roti menjatahkan pasokan. Kita tidak bisa membeli lebih dari setengah dinar senilai roti sehari," katanya.

Pemerintah belum mengumumkan apa pun mengenai jumlah korban atau mengeluarkan komentar resmi mengenai kekerasan.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement