Ahad 11 Jun 2017 07:56 WIB

Alasan di Balik Mahalnya Daging Sapi Australia

Harga eceran daging sapi premium Australia telah naik secara signifikan selama 2 tahun terakhir.
Foto: ABC
Harga eceran daging sapi premium Australia telah naik secara signifikan selama 2 tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Harga daging sapi mungkin berada pada rekor tertinggi di seluruh Australia, namun para pakar mengatakan bahwa para pecinta daging merah bisa berharap agar harga bahan pangan favorit mereka segera ‘stabil’.

Dengan harga rata-rata daging fillet potongan mencapai lebih dari 50 dolar AS (atau setara Rp 500 ribu) per kilogram dan harga daging cincang naik dua kali lipat selama dua tahun terakhir menjadi lebih dari 10 dolar AS (atau setara Rp 100 ribu)/kg, tak ada yang lebih mahal dari membeli potongan daging merah yang bagus di Australia.

"Walau kami telah melihat kenaikan harga yang signifikan; Australia tetap menjadi konsumen daging sapi terbesar kelima di dunia secara per kapita," kata Ben Thomas dari lembaga ‘Meat and Livestock Australia’ (MLA).

Konsumen daging terbesar adalah Amerika Serikat diikuti oleh Argentina, Uruguay dan Brasil. Robert Constable, ketua Dewan Industri Daging Australia wilayah New South Wales (NSW), mengatakan, terlepas dari harganya, konsumsi daging merah pada umumnya telah menurun sejak tahun 2002 karena "perubahan gaya hidup".

"MLA begitu bagus dalam menginformasikan masyarakat untuk mengonsumsi daging dengan porsi yang lebih kecil, dan saya pikir ini sangat berhasil, tapi tak baik untuk industri ini," sebut Constable.

"Kabar baik tentang manfaat mengonsumsi daging sapi, domba dan babi belum muncul,” imbuhnya.

Ia menambahkan, "Kenaikan konsumsi daging ayam juga turut berperan. Konsumsi dgaing ayam per kapita naik 10 persen."

Constable juga merupakan seorang penjual daging eceran di Sydney. Ia mengatakan, konsumsi daging per orangan per kapita telah menurun dari 37/kg setahun menjadi sekitar 28/kg setahun.

Penawaran dan permintaan

Thomas mengatakan, kenaikan harga eceran daging sapi secara signifikan terjadi secara siklus "setiap enam sampai delapan tahun" dan seharusnya "stabil di masa mendatang". Namun ia mengatakan, kenaikan selama beberapa tahun terakhir itu merupakan hasil dari dua faktor - kekurangan produksi daging sapi AS dan penurunan jumlah ternak di Australia.

AS adalah produsen daging sapi terbesar di dunia dan kekurangan pasokan di dalam negeri mereka yang terjadi sekitar dua tahun lalu menyebabkan efek berantai di seluruh dunia, kata Thomas. Di dalam negeri, ia mengatakan, Australia mencoba untuk bangkit dari kapasitas peternakan terkecil-nya dalam dua dekade.

"Kami melewati masa paceklik peternakan yang signifikan di tengah kondisi kekeringan yang meluas di New South Wales, Queensland dan Victoria," kata Thomas. "Sekarang yang tersisa dari kami adalah peternakan sapi yang hanya memiliki 26 juta ekor,” sambungnya.

"Sebelumnya, kami hanya pernah melihat penurunan ini sekali di tahun 70an," sebut Thomas.

Sebuah peternakan sapi Australia yang normal memiliki sekitar 28 juta ekor. Aturan baru yang ketat yang diberlakukan oleh Pemerintah India pekan lalu -yang melarang penjualan ternak dan kerbau untuk disembelih di pasar ternak -bisa memiliki dampak secara tidak langsung dan meningkatkan harga daging dunia.

Banyak pihak di industri ini mengatakan bahwa kondisi ini bisa menjadi kabar baik bagi Australia dan akan meningkatkan permintaan terhadap daging Australia. Constable mengatakan bahwa ia yakin larangan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi harga di Australia karena kebanyakan pengecer "akan mengenakan biaya" jika ada dampak pada harga eceran.

"Pada bulan Oktober 2018, saya kira harga eceran daging sapi di Australia akan turun sebesar 80 sen hingga satu dolar AS (atau setara Rp 8.000-10.000) dari harga saat ini," sebutnya. "Saya benar-benar percaya bahwa daging itu murah, karena proses yang ditempuh untuk sampai ke konsumen, ini adalah rantai besar dan biaya besar," kata Constable.

Sebanyak 30% dari industri sapi Australia diperuntukkan bagi konsumsi domestik.
Sebanyak 30 persen industri sapi Australia diperuntukkan bagi konsumsi domestik.

ABC Rural: Lara Webster

Kemana perginya daging Australia?

Sekitar 70 persen dari produk daging sapi Australia diekspor, diikuti oleh domba sebesar 55 persen. Dari produksi daging domba dan daging kambing Australia, 95 persen di antaranya dikirim ke luar negeri.

Sebagian besar ekspor daging sapi kami masuk ke AS, yang mencapai rekor tertinggi pada tahun 2015 -yang setara dengan sekitar 400.000 ton atau sepertiga dari seluruh daging sapi Australia. "Mayoritas dari apa yang kami kirim adalah daging sapi olahan, daging lulur dalam yang mereka campur untuk membuat hamburger," kata Thomas.

"Ada peningkatan permintaan ekspor potongan daging yang diberi makan rumput ke Amerika, secara terus-menerus, yang merupakan pasar yang lebih premium," jelasnya.

Potongan daging itu meliputi tenderloin, scotch fillet dan bagian pantat. Constable mengatakan, sebagian besar daging sapi yang dikirim ke luar negeri lebih rendah tingkatnya daripada yang disimpan untuk pasar domestik.

"Konsumen Australia memakan hewan yang berusia empat tahun atau kurang," katanya.

"Beberapa daging sapi olahan berasal dari AS atau Kanada. Tak ada domba di Australia yang berasal dari luar negeri," sambungnya.

Constable mengatakan daging yang dibeli dari rantai pasokan yang lebih besar kemungkinan akan dibekukan dan diimpor dari luar negeri.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/bisnis-investasi/alasan-di-balik-mahalnya-daging-sapi-australia/8602730
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement