Ahad 10 Feb 2019 16:07 WIB

Suku Asli Venezuela Izinkan Masuk Bantuan Asing

Bantuan kemanusiaan telah menjadi titik panas dalam krisis politik di Venezuela

Sebuah keluarga bermain di ruang tamu rumah mereka, dihiasi dengan potret mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez, di Caracas, Venezuela, Kamis (7/2/2019).
Foto: AP/Rodrigo Abd
Sebuah keluarga bermain di ruang tamu rumah mereka, dihiasi dengan potret mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez, di Caracas, Venezuela, Kamis (7/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PUERTO ORDAZ -- Pemon, suku asli yang tinggal di sepanjang perbatasan Venezuela dan Brasil, bersedia menerima bantuan dari luar negeri yang mungkin masuk ke wilayah negara yang sedang dilanda krisis itu. Bahkan, jika hal itu berarti mereka bertikai dengan dengan pasukan keamanan Venezuela dan pemerintah Presiden Nicolas Maduro.

Di tengah-tengah keruntuhan ekonomi yang telah menyebabkan kekurangan gizi dan eksodus jutaan orang, bantuan kemanusiaan telah menjadi titik panas dalam krisis politik yang meningkat.

Baca Juga

Pemimpin oposisi Juan Guaido mengatakan pekan lalu koalisi global, yang termasuk Amerika Serikat, mengirim makanan dan obat-obatan ke titik-titik penampungan di Kolombia, Brasil dan sebuah pulau Karibia, yang tak diungkap namanya, sebelum meneruskan bantuan ke Venezuela.

Brasil telah bergabung dengan AS serta sebagian besar negara di Amerika Latin dan Eropa yang mengakui Guaido sebagai pemimpin sementara yang sah di Venezuela. Mereka berargumen bahwa Maduro terpilih kembali dalam pemungutan suara yang penuh kecurangan pada Mei 2018.

Maduro membantah Venezuela berada dalam krisis, dengan menyatakan apa yang terjadi saat ini merupakan bagian dari persekongkolan yang diarahkan AS untuk memengaruhi dan menggulingkan pemerintahannya.

Enam pemimpin komunitas Pemon yang tinggal di kotapraja "Gran Sabana" (atau Savana Besar), yang berbatasan dengan Brasil, mengatakan kepada Reuters bahwa kebutuhan mendesak suku asli tersebut harus mengalahkan politisasi bantuan kemanusiaan.

Gran Sabana, yang berada di bagian selatan negara bagian Bolivar, adalah satu-satunya perlintasan antara Venezuela dan Brasil. "Kami secara fisik siap - tanpa senjata - dan bersedia membuka perbatasan untuk menerima bantuan kemanusiaan," kata Walikota Gran Sabana, Emilio Gonzalez, kepada Reuters. "Garda nasional atau pemerintah tak bisa menghentikan ini."

Komunitas-komunitas penduduk asli merasa bangga dengan tingkat otonomi yang lebih besar daripada yang lain di Venezuela. Gubernur Bolivar dan panglima militer untuk kawasan Guayana, yang mencakup negara bagian Bolivar dan Amazonas, belum memberi komentar.

"Kami suku asli Gran Sabana dan kami tidak mengizinkan sejumlah jenderal dari luar memutuskan bagi kami," ujar Jorge Perez, anggota dewan kawasan itu untuk komunitas-komunitas suku asli. "Kami adalah pihak berwenang yang sah."

Perez mengatakan ia melakukan kunjungan harian ke rumah sakit lokal. Di sana, para pasien dan dokter putus asa karena kekurangan obat-obatan.

"Untuk keadaan darurat, kami membawa mereka ke Brazil - ini memalukan; rumah sakit Boa Vista penuh dengan para pasien Venezuela," tambah dia.

Boa Vista, ibu kota negara bagian Roraima, yang terletak di perbatasan Brazil dan Venezuela, telah menerima puluhan ribu warga Venezuela yang menghindari pergolakan dalam beberapa tahun belakangan ini.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement