Sabtu 06 Oct 2018 12:45 WIB

PBB: Anak-Anak Rohingya Perlu Pendidikan Dasar

Dana PBB akan menyediakan pendidikan untuk anak usia 9-14 tahun.

Sejumlah pengungsi Rohingya beristirahat di tempat penampungan sementara di New Delhi.
Foto: AFP
Sejumlah pengungsi Rohingya beristirahat di tempat penampungan sementara di New Delhi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGLADESH -- Anak-anak dan pemuda Rohingya di kamp pengungsi Bangladesh memerlukan pendidikan dasar. Sejak mengalami penindasan oleh militer Myanmar, anak-anak yang mengungsi keluar negaranya tidak memperoleh pendidikan.

"Kami prihatin mengenai hilangnya satu generasi. Generasi muda khususnya memiliki kesempatan terbatas untuk memperoleh pendidikan di sini," kata Alastair Lawson Tancred, juru bicara Organisasi Pendidikan, Sains dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada Jumat (5/10) waktu setempat.

Tancred mengatakan lebih separuh dari sebanyak satu juta orang Rohingya tinggal di kamp itu adalah anak-anak. Mereka rata-rata berusia di bawah 17 tahun. Dana Anak PBB (UNICEF) berencana menyediakan pendidikan buat anak-anak yang berusia sembilan sampai 14 tahun di kamp tersebut.

Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah tewas oleh pasukan negara Myanmar, demikian laporan dari Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA). Lebih dari 34 ribu orang Rohingya juga dilempar ke api, sementara lebih dari 114.000 orang lagi dipukuli, kata laporan OIDA ang berjudul Forced Migration of Rohingya: The Untold Experience.

Sebanyak 18 ribu anak perempuan dan perempuan Rohingya diperkosa oleh polisi dan tentara Myanmar. Lebih dari 115 ribu rumah orang Rohingya dirusak, tambah laporan itu.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya menyelamatkan diri dari Myanmar dan memasuki Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penindasan terhadap masyarakat minoritas Muslim pada Agustus 2017. Para pengungsi ini kebanyakan anak kecil dan perempuan.

Masyarakat Rohingya telah menghadapi kekhawatiran yang meningkat mengenai serangan sejak puluhan orang tewas dalam kerusuhan antar-masyarakat pada 2012. Sehingga, PBB menggambarkan mereka sebagai orang yang paling teraniaya di dunia.

PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal oleh gerombolan, pembunuhan, termasuk bayi dan anak kecil, pemukulan brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar. Di dalam satu laporan, para penyelidik PBB mengatakan pelanggaran semacam itu bisa menjadi kejahatan terhadap manusia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement