Rabu 14 Jan 2015 06:01 WIB

Mengapa Kartun Nabi Muhammad SAW Picu Kemarahan Umat Muslim?

Rep: Satya Festiani/ Red: Agung Sasongko
Salah satu edisi majalah Charlie Hebdo.
Salah satu edisi majalah Charlie Hebdo.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Kartun Nabi Muhammad SAW yang dipublikasikan oleh majalah Charlie Hebdo memicu kecaman dari umat Islam. Kantor Charlie Hebdo bahkan mendapatkan serangan yang mengatasnamakan agama Islam. Kendati kartun tersebut dikecam umat Muslim, para pemimpin Arab dan umat Islam mengecam serangan tersebut.

Pusat pembelajaran agama Islam yang paling terkemuka, Al-Azhar, menyebutkan Islam tidak membenarkan tindakan kekerasan. Serangan terhadap Charlie Hebdo tersebut menewaskan 12 orang, termasuk kartunis yang menggambar Nabi Muhammad SAW.

Kartun tersebut memicu kontroversi dalam beberapa tahun belakangan. Pengkhotbah dari Irak, Ahmed Al-Kubaisi, mengatakan pada AFP bahwa Perancis adalah ibu kota kebebasan, tetapi tidak ada yang mengatakan penggambaran Nabi Muhammad SAW tersebut memalukan.

"Ini adalah nabi yang dihormati 2 miliar orang di dunia. Apakah orang yang mengolok-oloknya memiliki moral?" ujar Ahmed.

Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan, Charlie Hebdo telah beberapa kali tidak menghormati Islam. "Kami menghormati agama mereka, mereka juga harus menghormati agama kami," ujarnya seperti yang dikutip dari Bernama.

Charlie Hebdo bukan media pertama yang mengkartunisasi Nabi Muhammad SAW. Majalah Denmark, Jyllands-Posten, pernah mempublikasikan 12 karikatur Muhammad pada 2005. Setelah itu, baru Charlie Hebdo dan beberapa media Eropa membuat kartu Nabi Muhammad SAW.

Salah satu kartunnya menggambarkan Nabi Muhammad yang sedang mengenakan turban berbentuk bom. Kemudian pada November 2011, kantor Charlie Hebdo menjadi sasaran bom karena merilis edisi "Charia Hebdo" (Hebdo Syariah) dengan karikatur Muhammad pada halaman depan.

Kurangnya Rasa Hormat

Professor Hubungan Internasional dari Universitas Qatar, Hassan Barari, mengatakan inti permasalahannya adalah kurangnya rasa hormat terhadap hak kebebasan berpendapat. Menurutnya, beberapa orang tidak mengerti arti dari kebebasan berpendapat yang dianut dunia Barat. Di sana, mereka dapat dengan mudah membuat film yang mengkritik Jesus.

Dosen Kajian Islam dari Universitas Toulouse di Perancis, Mathieu Guidere, mengatakan budaya toleransi dan menerima perbedaan pendapat hampir tidak terlihat di negara-negara Islam dan Arab. "Kita tak bisa menyangkal bahwa perasaan anti-Barat di wilayah ini berhubungan dengan kebijakan-kebijakan Barat. Ini berhubungan dengan penjajahan di masa lampau, kebijakan terhadap Israel dan dukungan terhadap diktator," ujarnya.

Larangan Kartunisasi

Mayoritas umat Muslim melarang kartunisasi para Nabi. Pemuka agama dari Irak, Kubaisi, mengatakan bahwa umat Muslim jangan sampai memperbolehkan siapapun menggambarkan Nabi Muhammad SAW. "Penggambaran Nabi Muhammad SAW dapat mempengaruhi statusnya di hati para pengikutnya. Tidak ada ayat dalam Alquran atau tradisi dari Nabi Muhammad yang melarang penggambaran dirinya. Pelarangan tersebut didasarkan atas rasa hormat terhadap Nabi," ujar Kubaisi.

Pelarangan juga berlaku untuk penggambaran Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lainnya di film atau program televisi. Ketika sebuah trailer film anti-Muslim berjudul "Innocence of Muslims" beredar di Youtube pada 2012, protes muncul di beberapa negara. Empat orang, termasuk Duta Besar AS Chris Stevens, tewas di Libya ketika ekstrimis menyerang kantor-kantor yang berhubungan dengan AS pada 11 September 2012.

Beberapa waktu lalu, beberapa negara Muslim melarang penayangan film karya Ridley Scott yang berjudul Exodus: Gods and Kings yang menggambarkan Nabi Musa. "Penggambaran Nabi-Nabi Allah dapat memicu keraguan mengenai status mereka. Aktor yang memainkan peran mereka tidak akan dapat menyamai karakter para Nabi," ujar fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Fikih Islam di Mekkah.

Satya Festiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement