Jumat 24 Jun 2016 11:00 WIB

7 Sandera WNI Ditahan Dua Kelompok Berbeda di Filipina

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Empat WNI yang sempat disandera
Empat WNI yang sempat disandera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri Indonesia mengonfirmasi penahanan tujuh orang warga Indonesia oleh kelompok bersenjata Filipina, Jumat (24/6). Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, tujuh WNI disandera oleh dua kelompok berbeda.

Berdasarkan informasi yang telah dihimpun, ketujuh orang sandera diculik pada dua waktu berbeda. "Pada 23 Juni 2016 sore kami mendapatkan konfirmasi bahwa telah terjadi penahanan anak buah kapal (ABK) Charles 001 dan kapal tongkang Robby 135," kata Retno, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat.

Insiden penculikan terjadi di perairan Sulu, Filipina. Menurut Retno, penculikan terjadi dua tahap. "Pada 20 juni 2016, yaitu pukul 11.30 waktu setempat dan pukul 12.45 waktu setempat," kata dia. Kelompok bersenjata pertama menculik tiga orang dan kelompok kedua menculik empat orang.

Kapal Charles membawa 13 ABK, sementara kapal Robby yang ditarik Charles bermuatan batu bara. Sebanyak enam ABK yang dibebaskan kelompok bersenjata. Mereka kemudian membawa kapal menuju Samarinda.

Retno mengatakan, Pemerintah indonesia mengecam keras aksi penculikan di Filipina selatan. "Kejadian yang ketiga kalinya ini sangat tidak bisa ditoleransi dan Indonesia akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para sandera tersebut," kata Retno.

Keselamatan para sandera merupakan prioritas utama. Retno menyampaikan, Pemerintah Indonesia meminta kepada Pemerintah Filipina untuk memastikan keamanan di wilayah perairan Filipina Selatan sehingga tidak mengganggu aktivitas ekonomi di sekitar. "Dengan ini, Indonesia siap bekerja sama," kata Retno.

Menurut dia, pagi ini akan ada rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Polhukam untuk membahas upaya pembebasan sandera dengan cepat dan aman. Juru bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir menambahkan, dua kelompok penculik masih belum diverifikasi. "Namun, satu kelompok kemungkinan besar Abu Sayyaf," kata diplomat yang akrab disapa Tata ini.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga terus melakukan koordinasi aktif dengan Pemerintah Filipina untuk terus memantau situasi. Informasi soal permintaan uang tebusan dari penculik senilai 20 juta ringgit masih belum dikonfirmasi. "Hari ini kita baru akan mendapat informasi lebih lanjut dari perusahaan pemilik kapal," kata Tata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement