REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Polisi menahan ratusan pengunjuk rasa di seluruh Rusia pada Ahad, (26/3). Polisi juga menangkap ketua kelompok oposisi Alexei Navalny setelah ribuan pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di jalan-jalan melawan korupsi dan meminta Perdana Menterin Dmitry Medvedev mundur dari jabatannya.
Unjuk rasa tersebut merupakan salah satu protes terbesar gelombang anti-Kremlin sejak unjuk rasa 2011 dan 2012. Unjuk rasa kali ini dilakukan setahun sebelum pemilihan presiden di mana Vladimir Putin diperkirakan akan maju kembali menjadi presiden ke-empat kalinya.
Jajak pendapat menunjukkan jika kelompok oposisi liberal di mana Navalny sebagai pemimpinnya hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mengalahkan Putin, yang mendapatkan suara yang banyak.
Navalny dan pendukungnya berharap dengan menyalurkan ketidakpuasan publik terhadap korupsi akan menarik lebih banyak dukungan masyarakat.
Polisi menahan Navalny saat berjalan di pusat Kota Moskow di Jalan Tverskaya dengan para pendukungnya. Helikopter polisi berputar-putar di atas mereka.
Polisi menempatkan Navalny di sebuah truk bersama ratusan pengunjuk rasa. Mereka berusaha membuka pintu truk tersebut.
"Saya senang banyak orang turun ke jalan-jalan setidaknya dari timur menuju Moskow," kata Navalny sebelum ditahan.
Kremlin mengatakan, unjuk rasa di pusat Moskow merupakan provokasi ilegal.