Sabtu 01 Mar 2014 18:48 WIB

Arab Saudi Kritik Rusia Dukung Pemerintah Suriah

 Konflik masih melanda Suriah (ilustrasi)
Foto: Reuters/Jalal Al-Mamo
Konflik masih melanda Suriah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi membalas kecaman Rusia atas rencananya untuk memasok rudal-rudal kepada pemeberontak Suriah, dengan mengatakan dukungan Moskow bagi Damaskus memperpanjang konflik di negara itu.

Seorang juru bicara mengemukakan kepada kantor berita resmi Arab Saudi SPA Jumat malam, kementerian luar negeri "heran dengan kecaman Rusia Rusia terhadap Arab Saudi bagi dukungannya kepada rakyat Suriah."

Ia mengatakan dukungan kuat Rusia bagi Presiden Bashar al-Assad, dan penggunaan hak vetonya berulang-ulang di Dewan Keamanan PBB, telah menghambat satu solusi damai.

"Dukungan Rusia ini adalah alasan penting bagi tindakan kejam Pemerintah Suriah dan bagi konflik yang telah berlangsung tiga tahun tanpa harapan satu penyelesaian.''

Selasa (25/2), Rusia memperingatkan Arab Saudi menyangkut pemasokan kepada pemberontak Suriah peluncur-peluncur rudal yang diluncurkan dari bahu, dengan mengatakan tindakan seperti itu akan membahayakan keamanan di seluruh Timur Tengah dan sekitarnya.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pihaknya sangat cemas dengan laporan, Arab Saudi berencana membeli sistem rudal yang dilucncurkan dari darat ke udara buatan Pakistan dan anti-tank bagi pemberontak Suriah yang berpangkalan di Jordania.

"Jika senjata yang peka ini jatuh ketangan kelompok garis keras dan teroris yang membanjiri Suriah, ada kemungkinan besar jatuh ke tangan mereka senjata-senjata itu akan digunakan jauh dari perbatasan negara Timur Tengah ini," kata kementerian itu.

Ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Arab Saudi semakin meningkat sebagai akibat konflik Suriah, dengan Moskow mendukung Bashar sementara Riyadh memberikan dukungan terbuka kepada pemberontak.

Rusia dan Iran adalah sekutu penting Bashar dalam satu konflik yang telah menewaskan sekitar 140.000 orang sejak meletus sebagai satu protes damai Maret 2011.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement