Senin 16 May 2011 12:04 WIB

Waduh...Abu Dhabi Pekerjakan Tentara Bayaran Blackwater

Tentara bayaran perusahaan XE Service (dulu Blackwater)
Tentara bayaran perusahaan XE Service (dulu Blackwater)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Putera mahkota Abu Dhabi telah menggaji pendiri perusahaan keamanan swasta Blackwater Worldwide untuk membentuk batalion tentara asing dengan 800 anggota di Uni Emirat Arab (UAE), New York Times melaporkan, Ahad (15/5).

Times mengatakan mereka telah memperoleh dokumen yang menunjukkan bahwa unit yang dibentuk oleh perusahan baru Erik Prince, Reflex Respond, dengan 529 juta dolar dari UAE itu akan digunakan untuk mencegah pemberontakan di dalam negeri, melakukan operasi khusus, serta mempertahankan pipa minyak dan gedung pencakar langit dari serangan.

Surat kabar itu menyatakan keputusan untuk menyewa kesatuan tentara asing diambil sebelum gelombang demonstrasi rakyat yang meluas di dunia Arab dalam beberapa bulan belakangan, termasuk ke tetangga UAE: Bahrain, Oman dan Arab Saudi.

UAE sendiri tidak melihat pergolakan yang serius. Sebagian besar penduduknya terdiri atas para pekerja asing.

Blackwater, yang pernah mendapat kontrak yang menguntungkan untuk melndungi para pejabat Amerika Serikat di Irak, telah menjadi terkenal di kawasan itu pada 2007 ketika penjaga-penjaganya melepaskan tembakan dalam lalu-lintas di Baghdad, yang menewaskan sedikitnya 14 orang dalam tindakan yang pemerintah katakan sebagai "pembunuhan besar-besaran".

Seorang bekas pengawal Blackwater mengaku bersalah atas tuduhan pembunuhan dalam pembantaian itu, dan sebuah pengadilan AS mengajukan kembali tuduhan terhadap lima orang lainnya bulan lalu. Prince sejak itu menjual perusahaan tersebut, yang telah diubah namanya menjadi Xe. Perusahaan itu membantah telah melakukan pelanggaran.

Menurut surat kabar itu, keemiran tersebut, sekutu dekat AS, telah mendapat dukungan di Washington perihal proyek baru Prince itu, meskipun tidak jelas apakah mereka telah mendapat persetujuan resmi AS.

Beberapa pejabat UAE yang dihubungi oleh Reuters menolak berkomentar segera mengenai laporan New York Times itu, dan kedutaan besar AS di UAE juga tidak memiliki komentar segera. Tidak mungkin mencari Prince untuk meminta komentarnya.

Seorang pejabat AS yang menyadari program itu, sebagaimana dikutip oleh Times, mengatakan: "Negara-negara Teluk, UAE khususnya, tidak memiliki banyak pengalaman militer. Akan dapat dimengerti jika mereka melihat ke luar perbatasan mereka untuk minta bantuan."

Juru bicara Deplu AS Mark Toner memberitahu Times, departemen itu telah menyelidiki untuk melihat apakah proyek tersebut melanggar undang-undang AS. Undang-undang AS meminta ijin bagi warga Amerika untuk melatih tentara asing.

Toner juga menyebutkan bahwa Blackwater, sekarang dikenal sebagai Xe Services, telah membayar 42 juta dolar denda pada 2010 karena melatih tentara asing di Jordania tanpa ijin, kata Times.

Menurut beberapa bekas karyawan proyek itu dan pejabat AS yang dikutip Times, para tentara yang dibawa ke sebuah kamp pelatihan UAE itu berasal dari Kolombia, Afrika Selatan dan beberapa negara lainnya, mulai pada musim panas 2010.

Mereka dilatih oleh pensiunan militer AS, dan bekas anggota unit operasi khusus Jerman dan Inggris serta Legiun Asing Prancis, kata Times.

Prince menegaskan pasukan itu menyewa bukan orang Muslim, karena mereka "tidak dapat diharapkan untuk membunuh rekan Muslim" mereka, menurut surat kabar tersebut.

Beberapa bekas karyawan juga menuturkan pada surat kabar itu, keemiran tersebut juga mengharapkan pasukan itu dapat digunakan untuk menghadapi ancaman dari Iran, yang negara-negara Arab Teluk anggap sebagai musuh.

Meskipun Times mengatakan dokumen yang mereka peroleh tidak menyebut Erik Prince, beberapa bekas pegawainya mengatakan pada surat kabar itu, ia telah merundingkan kontrak tersebut dengan Putera Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed al-Nahyan.

Para pejabat keemiran itu telah mengusulkan pasukan tersebut ditingkatkan menjadi brigade dengan beberapa ribu personel jika batalion pertama itu berhasil, demikian New York Times.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement