Kamis 19 May 2011 21:06 WIB

Ratu Elizabeth Akui Kesalahan Hubungan Bermasalah Inggris dan Irlandia

Ratu Elizabeth II saat berpidato dalam jamuan kenegaraan di Dublin
Foto: SCREENSHOT/TELEGRAPH/REPUBLIKA.CO.ID
Ratu Elizabeth II saat berpidato dalam jamuan kenegaraan di Dublin

REPUBLIKA.CO.ID, DUBLIN - Meski sempat berhenti sesaat dalam permintaan maaf yang tulus atas "rasa sakit hati, konflik dan kekacauan serta kehilangan" dalam abad masa lampau, Ratu Inggris berkata, "Kita bisa melihat semua masa lalu dan berharap seandainya itu terjadi berbeda atau tidak sama sekali"

Itu adalah penggalan pidato peristiwa penting selama jamuan kenegaraan di Kastil Dublin, termasuk ketika Ratu Inggris mengatakan "banyak kejadian yang telah menyentuh hati kita, banyak dari kita bahkan secara pribadi."

Pidato itu diucapkan Ratu Inggris dalam lawatan kenegaraan 4 hari di Irlandia. Kunjungan tersebut, menurut media, diumpamakan satu injakan kecil, namun langkah raksasa dalam sejarah. Ketegangan satu abad antara penduduk Anglo dan Irlandai akhira berakhir pada pukul 12.05, Kamis waktu setempat, ketika Ratu Inggris melakukan kunjungan pertama kali ke tetangga terdekatnya.

Dengan demikian Ratu Elizabeth II adalah pemimpin monarki Inggris pertama yang menginjakkan kaki di tanah Republik Irlandia, ketika ia mendarat di bandara militer, luar kota Dublin.

Peristiwa itu mungkin akan sangat mustahil terjadi pada satu generasi lalu. Kedatangan ratu menjadi momen penanda untuk meletakkan semua masalah di masa lalu kedua negara menyusul penandatanganan Perjanjian Jumat Baik pada 1998.

Salah satu poin yang ditekankan ratu dapam pesan saat jamuan makan adalah 'sikap menahan diri dan perdamaian" saat ia juga berkata bahwa yang terpenting adalah "menghormati masa lalu, namun tidak terikat oleh itu".

Satu-satunya pesan kepada tuan rumah, Presiden Irlandia, Mary McAleese, dan tamu-tamu, termasuk Perdana Menteri David Cameeron, yang bergabung dengan delegasi Inggris, adalah hanya dari pidato Ratu dalam lawatan 4 hari yang bersejarah ke Irlandia.

Sebelum berpidato, Ratu mengawali menyapa tamu menggunakan bahasa Gaelia, nama bahasa asli Irlandia, “A hUachtarain agus a chairde," yang berarti presiden dan teman-teman. Kontan sapaan itu disambut dengan tepuk tangan hangat. Presiden McAleese bahkan terlihat melontarkan kata 'wow'.

Berpakaian gaun krep sutra putih dengan hiasan bordir 2000 bunga shamrock yang dibuat tangan dan dihiasi kristal-kristal, Ratu berkata ia dan Duke of Edinburgh, sangat senang berada di sana untuk mengalami langsung keramah-tamahan warga Irlandia yang sudah dikenal di dunia.

Ia berkata dua bangsa adalah 'tetangga baik' yang memiliki banyak hal untuk dirayakan termasuk ikatan ekonomi dan budaya "yang membuat kita kawan dekat dan partner setara".

Namun ia juga menambahkan, "Sungguh mustahil untuk mengabaikan beban sejarah, hubungan tidak selalu berjala mulus, tidak pula jejak rekam selama berabad seluruhnya bersahabat."

"Sunggu realita yang sangat menyedihkan dan disesalkan bahwa sepanjang sejarah, pulau-pulau kita telah mengalami rasa sakit hati, konflik, kekacauan dan kehilangan lebih dari wajar,"

"Peristiwa itu telah mengguncang hati kita semua, banyak dari kita, secara pribadi dan juga warisan yang penuh penderitaan. Kita tidak bisa melupakan semua yang telah meninggal, terluka dan juga keluarga mereka.:

"Kepada semua yang pernah menderita sebagai konsekuensi masa lalu penuh masalah, saya berikan simpati mendalam dan ungkapan tulus.

Ratu juga memuji upaya Presiden McAleese dalam 'membangun jembatan' dan mengapresiasi semua yang telah terlibat dalam proses perdamaian tersebut.

Melihat ke masa depan, ia berkata, "Ikatan keluarga, persahabatan dan kasih sayang adalah sumber paling berharga kita. Mereka adalah darah kehidupan dan kemitraan yang melintasi pulau-pulau ini, benang emas yang merentang melewati semua sendi kesuksesan kita sejauh ini, dan semua yang akan kita capai."

"Mereka adalah pengingat bahwa kita memiliki banyak hal untuk dilakukan bersama, untuk membangun masa depan untuk anak cucu kita semua, jenis masa depan yang mungkin hanya bisa diimpikan kakek-kakek kita."

Ia menambahkan "Ketika hal tak terelakkan, di mana ada penjajah dan pihka dijajah, masa lalu adalah gudang sumber perbedaan pahit. Fakta keras ini tak bisa diganti atau duka bisa dihapus."

Tapi Ratu juga berkata, "Meski laut antara kita kerap kali berbadai, kita telah memilih membangun jembatan solid yang mampu bertahan dalam persahabatan antara kita dan menggunakan jembatan untuk menyeberangi masa depan baru yang lebih bahagia.

Penyair Seamus Heaney, juga di antara para tamu yang diundang dalam Kastil, yang menjadi tempat Inggris memerintah sebelum Irlandia memperoleh kemerdekaan pada 1922, dan kini menjadi kantor kepresidenan Irlandia.

Bersamaan dengan pidato Ratu, diluar kastil, sekitar 300 warga Irlandia melakukan unjuk rasa penuh kekerasan dengan melempari batu-batu ke arah polisi seraya menyuarakan slogan-slogan anti-Inggris.

Dalam pidatonya, Presiden McAleese menggambarkan kunjungan Ratu sebagai titik kulminasi sukses dari proses perdamaian dan "sebuah pengakuan bahwa ketika masa lalu tak bisa diubah, tapi kita bisa memilih mengubah masa depan".

sumber : Telegraph
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement