REPUBLIKA.CO.ID,MONROVIA--Liberia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Libya, Selasa, negara Afrika terakhir yang menjauhkan dirinya dari pemimpin Libya Muamar Qaddafi sejak pemberontakan yang didukung NATO terhadapnya. Tindakan itu, diumumkan oleh kantor Presiden Ellen Johnson-Sirleaf, terjadi setelah Senegal menerima delegasi pemimpin pemberontak Libya bulan lalu dan presiden Mauritania pekan lalu seperti dikutip mengatakan bahwa kepergian Gaddafi adalah penting.
"Pemerintah mengambil keputusan itu setelag peninjauan kembali hati-hati atas situasi di Libya dan memutuskan bahwa pemerintah Kolonel Gaddafi telah kehilangan keabsahannya untuk memerintah Libya," kata pernyataan kantor Sirleaf. "Kekerasan terhadap rakyat Libya mesti dihentikan," katanya mengenai keputusannya untuk menarik utusan Liberia dari Tripoli dan menangguhkan aktivitas perwakilan Libya di ibukota Liberia, Monrovia.
Pernyataan itu mengatakan hubungan dapat dimulai lagi ketika "rakyat Libya mencapai penyeledaian poliyik yang memberikan harapan tebaik, pada perdamaian yang kekak." Qaddafi telah lama menggunakan kekayaaan minyak Libya untuk berinvestasi di negara-negara Afrika yang lebih miskin dalam tindakan yang para pengamat lukisan sebagai upaya untuk memperoleh teman dan pengaruh yang strategis di benua itu.
Libya memiliki proyek senilai 30 miliar dolar untuk meningkatkan produksi beras lokal di Liberia, sementara sebuah perusahaan Libya terlibat dalam renovasi hotel Ducor di Monrovia, yang terbesar di negara itu dan satu dari beberapa hotel berbintang lima di Afrika. Bagaimanapun para pejabat setempat mengatakan kedua proyek itu telah macet.
Sementara ada pertanda bahwa beberapa pemimpin Afrika telah melihat Libya pasca Qaddafi, yang lain melihat hal itu sebagai terlalu dini. Presiden Afrika Selatan Jacob Juma Selasa mengkritk NATO telah menyalahgunakan mandat PBB-nya dalam upaya untuk mencapai apa yang ia katakan sebagai "perubahan rezim". Sebelumnya, langkah diplomatik terakhir terkait dengan negara Afrika utara itu adalah pengakuan Jerman terhadap pemberontak Dewan Transisi Nasional (TNC) sebagai wakil sah rakyat Libya.