Kamis 23 Jun 2011 09:08 WIB

Kanada Beberkan Dokumen Rahasia Penyiksaan Tawanan Perang Afghanistan

Red: cr01
Para tahanan perang di Afghanistan diduga mengalami penyiksaan dalam penjara.
Foto: cbc.ca
Para tahanan perang di Afghanistan diduga mengalami penyiksaan dalam penjara.

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA – Pemerintah Kanada, Rabu (22/6) kemarin, merilis 4.000 halaman dokumen berklasifikasi sangat rahasia tentang transfer para tahanan Afghanistan.

Dokumen ini diyakini mengandung bukti bahwa Kanada mentransfer para tahanan ke penjara Afghan karena tahu bahwa mereka akan disiksa. Padahal penyiksaan tahanan adalah pelanggaran terhadap hukum Kanada dan internasional.

"Dokumen-dokumen ini dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada tuduhan yang kredibel terhadap Angkatan Bersenjata Kanada. Dan pasukan kami selalu bertindak sesuai dengan hukum internasional dalam penanganan tahanan Taliban," kata Menteri Pertahanan Kanada, Peter MacKay.

Partai-partai oposisi telah mengancam dan memaksa diselenggarakannya pemilihan umum tahun lalu karena penolakan pemerintah untuk mempublikasikan dokumen perang Afghanistan yang sensitif tersebut.

Namun sebuah kesepakatan dicapai pada Juni 2010 di mana parlemen membentuk sebuah komite untuk meninjau semua dokumen yang terkait dengan transfer tahanan dalam konflik Afghanistan.

Setiap dokumen yang ditemukan dan relevan dengan kasus tersebut langsung dirujuk ke sebuah panel "pakar arbitrasi" yang bertugas untuk memutuskan apakah dokumen itu bisa dibuka kepada parlemen dan publik tanpa mengorbankan keamanan nasional.

Oposisi mengatakan, kini saatnya mengambil kesempatan untuk meninjau dokumen-dokumen tersebut. Ketua Partai Demokrat Baru (NDP), Jack Layton, menilai komite yang meneliti dokumen-dokumen yang akan dibeberkan itu sudah tak eksis lagi, menyusul pemilihan Mei lalu. "Walau bagaimanapun, saya kira hal itu tidak akan mengakhiri kontroversi," ujarnya.

"Saya kira apa yang kita hadapi sekarang adalah apakah ada atau tidak rantai komando, atau pemerintah sendiri, yang sadar bahwa ada kemungkinan prajurit kita di garis depan diminta atau dipaksa untuk menutup mata ketika para tahanan dipindahkan ke penjara, di mana mereka disiksa," tegas Layton.

sumber : AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement