REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU - Somalia masih dirundung duka terkait kekeringan dan konflik internal yang melanda negara tersebut. Hingga saat ini, kelaparan akibat kekeringan dan perang saudara terus berlanjut.
Tercatat puluhan ribu pengungsi membanjiri kamp pengungsian di Ethiopia dan Kenya. Rata-rata dalam satu hari terdapat 3000 pengungsi baru memasuki wilayah kamp. Mereka mencari makanan setelah beberapa musim tanpa hujan yang mengakibatkan ternak mati serta tanaman rusak.
“Penderitaan anak-anak yang menyelamatkan diri dari kelaparan di Somalia merupakan "hal terburuk yang pernah saya lihat," kata pemimpin Badan Pangan Dunia PBB (WFP), Josette Sheeran, setelah pertemuan darurat mengenai krisis itu di Roma.
UNICEF memperkirakan, 1,25 juta anak di Somalia selatan sangat memerlukan pertolongan, termasuk 640.000 anak yang kini mengalami kelaparan akut.
"Kami juga mendengar dari ibu-ibu yang terpaksa meninggalkan bayi mereka di sepanjang jalan dan memiliki pilihan mengerikan: menyelamatkan yang lebih kuat demi yang lemah atau mereka yang memiliki anak meninggal dalam pelukan mereka," katanya.
Terlebih, bulan ini umat Muslim melaksanakan puasa Ramadhan. Negara berpenduduk mayoritas Muslim tersebut melalui bulan Ramadhan dengan sangat memprihatinkan.
"Sungguh amat memilukan, banyak Muslim Somalia berpuasa tanpa sahur (makan menjelang fajar) akibat kekurangan pangan," tulis wartawati Mesir, Noha Radwan, di harian Al Anba, Kamis.
Noha mencatat, tidak ada makanan yang biasanya bertebar menjelang berbuka di pasar-pasar, di jalan-jalan, dan di seputar tempat ibadah.
Yang ada adalah penderitaan kekurangan pangan yang makin mencemaskan dengan banyaknya anak-anak meninggal tiap hari akibat kekurangan gizi dan kelaparan. Seperti dikutip dari Al Jazeera, Brigety, Pejabat Pemerintah AS, tingkat keseluruhan kematian di kamp-kamp Ethiopia adalah tujuh orang dari 10.000 per hari. Normalnya, tingkat kematian dalam situasi krisis hanya dua per hari.
Kekeringan di Somalia juga telah mulai mengancam di beberapa negara tetangga seperti Kenya, Ethiopia, dan Djibouti. Dari ketiga negara itu diperkirakan 12,4 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Selain kekeringan terburuk yang melanda Somalia dalam 60 tahun terakhir, krisis Somalia juga disebabkan karena tak kunjung usainya krisis politik yang melanda negeri tanduk Afrika tersebut.
Praktis setelah Presiden Siad Barre ditumbangkan tahun 1991, Somalia berdiri tanpa pemerintahan pusat yang efekktif. Pemerintahan sementara yang didukung oleh PBB mendapat perlawanan dari kelompok garis keras Al Shabaab. Al Shabaab berusaha untuk menggulingkan pemerintahan sementara yang hanya menguasai sejumlah wilayah Mogadishu. Selama bertahun-tahun, Somalia dilumuri darah perang saudara yang mengakibatkan kehidupan ekonomi, sosial dan stabilitas keamanan sangat terganggu.
Di Ibu kota Mogadishu dan beberapa wilayah lainnya dicekam kerusuhan belakangan ini, karena pasukan pemerintah berupaya merebut kendali kota yang banyak dipengaruhi oleh kelompok tersebut.
Banyak kalangan yang menduga, kelaparan di negara tersebut terjadi karena pemimpinnya lebih tersita pada masalah perebutan kekuasaan daripada mensejahterakan rakyat.
Somalia berada dalam duka dan membutuhkan bantuan dari dunia internasional. Kelaparan dan perang saudara menjadi ancaman paling utama negeri tanduk Afrika itu dilanda duka. Kiprah umat Islam dunia dinantikan.