REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Masih terlalu dini untuk menyimpulkan kondisi psikologis Robert Bales yang diduga sebagai pelaku pembantaian 16 warga sipil Afghanistan. Namun, sejumlah ilmuwan menyebut tentara berpangkat sersan itu mungkin menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
Kepala Laboratorium Penelitian PTSD di Massachusetts General Hospital, Roger Pitman, mengatakan, berdasarkan riwayat Bales, sangat dimungkinkan ia menderita gangguan psikologis tersebut. Menurut dia, tentara yang pernah mengalami cedera berat sangat rentan terhadap PTSD.
"Perasaan putus asa dan ketakutan yang intens dapat menimbulkan PTSD," kata dia seperti dilansir AP, Sabtu (17/3).
Sersan Robert Bales tiga kali dikirim ke Irak. Selama bertugas dalam perang tersebut, ia sempat mengalami gagar otak saat kendaraan yang ditumpanginya meledak. Ia juga pernah mendapat cedera kaki yang mengharuskannya menjalani operasi bedah.
Senada dengan Pitman, konsultan militer dari University of San Diego, Troy Holbrook, mengatakan, cedera yang dialami prajurit meningkatkan resiko PTSD. Berdasarkan penelitian, tingkat terjadinya PTSD pasca pertempuran mencapai 15 hingga 30 persen.
"Pemberian morfin kepada prajurit yang cedera juga turut meningkatkan resiko PTSD," ungkapnya. Meski demikian, Holbrook menegaskan, hanya sebagian kecil orang yang menderita PTSD terlibat dalam kekerasan yang membabibuta.