Senin 26 Mar 2012 16:59 WIB

Pengadilan Israel Wajibkan Pemukim Yahudi Hengkang dari Tanah Palestina

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Pemukiman Yahudi Tepi Barat
Foto: Reuters
Pemukiman Yahudi Tepi Barat

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV - Mahkamah Agung Israel menolak kesepakatan antara pemerintah Israel dan pemukim Yahudi yang menunda evakuasi pemukim Tepi Barat hingga 2015. Majelis hakim sebelumnya malah memerintahkan area tersebut harus dikosongkan pada akhir bulan karena area tersebut adalah lahan milik pribadi warga Palestina.

Tampaknya pemerintah akan menunda pengosongan kawasan tersebut hingga tiga setengah tahun ke depan. Penundaan tersebut untuk memberikan waktu bagi pemukim membangun rumah di wilayah lain.

Pengadilan memperpanjang tenggat waktu evakuasi hingga Agustus. Kawasan Migron yang terletak di utara Yerusalem adalah salah satu kawasan pemukiman ilegal di Tepi Barat. Migron juga adalah rumah bagi 280 pemukim.

Keputusan tersebut diambil secara bulat oleh ketiga majelis hakim. Dalam keputusannya, seperti dikutip dari surat kabar Haaretz, hakim Mirian Naor menggambarkan penundaan oleh pemerintah Israel tidak masuk akal.

"Keinginan untuk mempertanggungjawabkan kesulitan pemukim harus sejalan dengan penegakan hukum," ujar Naor, seperti dikutip dari BBC, Ahad (25/3).

Kuasa hukum yang mewakili pemilik tanah Palestina Michael Sfard menyambut baik keputusan tersebut. "Saya harap pemerintah dan pemukim tidak melakukan trik apapun dan tidak menghindari keputusan tersebut," katanya.

Ia menambahkan, pemukim Migron akan dievakuasi dari kawasan tersebut dengan damai. Ia berharap setelah hampir satu dekade, kawasan tersebut akan kembali ke pemilik sahnya.

Dalam pesan singkat kepada wartawan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel menghormati keputusan pengadilan.

Sementara, meski menyambut putusan pengadilan, juru bicara pemerintah Palestina Ghassan Khatib menyangsikan keputusan itu akan dilakukan. Ia mengatakan, Palestina menghormati putusan tersebut. "Kami menilai keputusan tersebut berlaku dengan perbuatan, bukan kata-kata," kata Khatib.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement