Kamis 26 Apr 2012 20:49 WIB

Batal Diskualifikasi, Mantan PM Mesir Ikut Pilpres

Rep: Lingga Permesti/ Red: Chairul Akhmad
Mantan PM Mesir, Ahmad Syafiq.
Foto: AP
Mantan PM Mesir, Ahmad Syafiq.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Komisi Pemilu Mesir mengizinkan mantan Perdana Menteri era pemerintahan Hosni Mubarak, Ahmad Syafiq, untuk mengikuti pemilu presiden Mesir.

Padahal, sehari sebelumnya pihak komisi mendiskualifikasi Syafiq karena pernah berada di pemerintahan Mubarak dan diduga menjadi anteknya.

"Komite Pemilihan Presiden yang dipimpin Farouk Soltan menerima banding Syafiq, sehingga ia dapat mengikuti pemilihan 23-24 Mei mendatang," lapor kantor berita MENA, Rabu (25/4).

Sebelumnya, Syafiq didiskualifikasi pada Selasa (24/4) untuk mengikuti pertarungan pemilihan presiden Mesir. Namun, militer yang berkuasa di Mesir menyetujui undang-undang yang disusun oleh parlemen Mesir.

Parlemen Mesir yang didominasi oleh kelompok Ikhwanul Muslimin memberlakukan hukum yang melarang seluruh pejabat Mesir di era Mubarak ikut dalam pilpres.

Komisi Pemilu tidak memberi alasan diterimanya banding Syafiq. Beberapa analisis mengatakan, upaya ini dilakukan Komisi Pemilu untuk menghindari banding lebih lanjut yang mungkin akan menunda pemilu.

"Keputusan menerima banding klien saya membuktikan bahwa Komite Pemilu berfungsi sebagai badan independen yang sesuai dengan aturan hukum," kata pengacara Syafiq, Shawqi Sayyid.

Komisi pemilihan juga memutuskan untuk merujuk hukum yang telah digunakan untuk mendiskualifikasi Syafiq ke Mahkamah Konstitusi Agung untuk meninjau keabsahannya.

Syafiq merupakan seorang mantan Komandan Angkatan Udara. Para analis mengatakan, masuknya kembali Syafiq menjadi favorit bagi anggota Dewan Militer. Ia mengaku sanggup menjalin komunikasi antar divisi militer di Mesir. Diizinkannya Syafiq diduga akan memperpanjang kekuasaan militer sejak penggulingan Raja Farouk pada 1952.

Di pihak lain, seorang aktivis politik, Hassan Nafaa, mengatakan keputusan Komisi Pemilu adalah teguran kepada parlemen Islam yang telah mengajukan undang-undang pelarangan tersebut. "Keputusan ini merupakan tamparan di wajah parlemen dan menunjukkan hukum tersebut tidak konstitusional," ujarnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement