REPUBLIKA.CO.ID,TEHERAN - Pemberontakan di Suriah adalah melawan "pemerintah yang menindas dan kelanjutan dari 'Arab Spring'", kata Presiden Mesir Mohammed Mursi dalam temu puncak Gerakan Nonblok di Teheran pada Kamis (30/8).
"Revolusi di Mesir adalah landasan bagi pemberontakan Arab (Arab Spring), yang dimulai beberapa hari setelah Tunisia dan kemudian diikuti di Libya dan Yaman dan kini di Suriah, melawan pemerintah yang menindas," kata Mursi dalam di depan utusan dari 120 negara Nonblok, termasuk pemimpin tertinggi dan presiden Iran.
"Rakyat Palestina dan Suriah secara aktif mencari kebebasan, martabat dan keadilan kemanusiaan," katanya dan menambahkan, "Mesir siap bekerja sama dengan semua pihak untuk menghentikan pertumpahan darah itu."
Deskripsi Mursi mengenai konflik di Suriah sebagai satu "revolusi" mengejutkan tuan rumah dengan pernyataan-pernyataan yang diberikan Teheran dan Damaskus bahwa pemberontakan itu berbeda dari Arab Spring dan dilakukan sebagian besar "para teroris" dukungan asing yang bertindak atas nama Amerika Serikat dan negara-negara regional.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei dan Presiden Mahmoud Ahmadinejad beberapa kali memuji Arab Spring sebagai "Kebangkitan Islam" yang diilhami oleh revolusi Islam yang terjadi di Iran tahun 1979, adalah satu hal yang berbeda.
Kairo beberapa kali menyatakan dukungannya pada perlawanan di Suriah, menganggapnya sebagai kelanjutan pemberontakan-pemberontakan yang telah menggantikan pemerintah-pemerintah di Tunisia, Libya dan Mesir. Mursi yang berasal dari organisasi Ikhwanul Muslimin Mesir dipilih menjadi presiden karena revolusi di negaranya.