Senin 10 Sep 2012 16:42 WIB

Studi Perang Iran (2): Perlindungan Selat Hormuz dan Sekutu Teluk

Skema perang Rudal antara Iran dan AS yang didukung sekutu-sekutunya di Kawaasan Teluk
Foto: Cordesman
Skema perang Rudal antara Iran dan AS yang didukung sekutu-sekutunya di Kawaasan Teluk

REPUBLIKA.CO.ID, Saat serangan dilakukan, pada saat yang sama AS harus melakukan pekerjaan luar biasa sulit, mencegah Iran memblokir kawasan ultrapenting, Selat Hormuz, lintasan laut dengan bentang 33,7 kilometer yang mengalirkan 20 persen pasokan minyak dunia dan gas alam.

Tentu saja, Amerika herus melindungi sekutu-sekutunya yang memproduksi energi di Teluk Persia. Bila tidak, jangan harap ada minyak dan gas bisa dikirim lewat jalur tersebut.

Ini salah satu bagian tersulit, alasannya, tulis Cordesman, Iran dapat semudah memetik buah ceri terhadap targetnya untuk menekan dan mengintimidasi balik AS dan sekutunya di Teluk. Iran memiliki banyak pilihan, menggunakan rudal konvensional jarak jauh, pesawat tanpa awak yang menyerang kawasan militer atau urban, sebagai teror. Serangan bisa dilakukan sporadis tanpa terprediksi dalam perang atau upaya menggesek pasukan AL Teluk dan AS.

Pada kubu AS, menurut Cordesman, beberapa metode pertahanan sudah dimulai. Demi menjaga Selat Hormuz tetap terbuka, AS terus menggelar patroli rutin kapal induk dan menempatkan kapal perang, penyapu ranjau dan robot di beberapa titik dekat Bahrain. Lalu, untuk mengantisipasi serangan rudal Iran--yang mampu menghantam target paling tidak dalam waktu empat menit--AS juga membangun stasiun radar gelombang X di Qatar.

Untuk menjatuhkan rudal berjangkauan menengah di udara, Amerika juga telah menempatkan milyaran dolar Patriot dan pencegat Terminal High Altitude Air Defense di Saudi Arabia, Kuwait dan Uni Emirat Arab.

Sistem pertahanan antirudal itu bakal diperkuat pula oleh kapal perusak dan kapal cepat AS yang dilengkapi sistem pertahanan rudal-balistik Aegis---salah satu komponen pencegat yang terbukti paling ampuh di AS.

Namun demi memastikan rudal Teheran tidak menghantam Riyadh atau Kuwait City, AS harus memusnahkan delapan pangkalan rudal jelajah dan fasilitas produksi rudal, dan 22 fasilitas peluncur rudal Iran terlebih dulu. Tentu bila serangan benar-benar diinstruksikan.

"Amerika pun harus menghancurkan sebanyak mungkin peluncur rudal Iran demi menekan produksi hulu ledak baru," masih tulis Cordesman. Setiap target membutuhkan dua jet tempur, apakah itu F/A-18 yang diluncurkan kapal Induk, atau F15E dan F16C yang terbang dari pangkalan militer terdekat, dan total serangan mesti mengerahkan 90 jet. Kilang minyak Iran, sumber daya listrik, basis-basis militer, bahkan jalan dan jembatan termasuk target penting yang wajib dilumpuhkan.

Pada tahap ini, tulis Cordesman, jet-jet tempur dan pilot AS, bisa sepenuhnya bebas menembak karena angkatan udara Iran, sebutnya, hanyalah gurauan. Ia menilai sistem pertahanan udara Iran tidak memiliki sensor, radar dan jaringan yang cukup serius untuk mengancam AS dari udara. Namun, pertahanan udara itu dan pilot Iran, sebut Cordesman, harus dihantam terlebih dahulu sebelum mereka sempat menembak atau mendapat tembakan beruntung mengenai AS.

Pesawat-pesawat tanpa awak kemudian dikerahkan untuk misi intelijen lanjutan, mengelabui, menyerang, jamming (menggangu frekuensi komunikasi) atau bahkan menghancurkan pasukan musuh dan sistem pertahanan udara.

Unit operasi khusus kemudian dikirim untuk mengeksekusi 'misi aksi langsung, pengintaian khusus dan memberikan panduan terminal serangan terhadap target-target berharga musuh.

Serangan dari sekutu-sekutu Iran--termasuk Hamaz dan Hizbullah---juga harus dilumpuhkan. Dan setelah itu, tentu saja serangan utama.(bersambung)

sumber : Wired
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement