Rabu 21 Nov 2012 13:11 WIB

Pillar of Cloud, tak Cuma Proyek Israel (1)

Warga Palestina meninggalkan rumah mereka yang hancur diserang Israel, di dekat lapangan Kota Gaza, Senin (19/11).
Foto: AP Photo/Bernat Armangue
Warga Palestina meninggalkan rumah mereka yang hancur diserang Israel, di dekat lapangan Kota Gaza, Senin (19/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Hari keenam serangan militer Israel di Jalur Gaza, Palestina, tak ubahnya pemandangan berkontras tajam sebagaimana hari-hari sebelumnya.

Di sebuah pemakaman Kota Gaza, anggota keluarga Dalu menggotong jenazah empat bocah berbungkus bendera Palestina, yang tewas setelah bom Israel menghancurkan rumah mereka, Ahad (18/11) lalu.

"Apakah anak-anak ini terlihat seperti teroris?" gumam salah seorang kerabat, dengan isak yang tertahan.

Di Israel, di mana puluhan roket Hamas terus berjatuhan, sebagian besar di wilayah kosong, Benjamin Netanyahu dan kabinetnya tengah rapat untuk membahas serangan berikutnya.

Nun jauh di sana, sekitar 4.000 mil di Kota Rangoon, sehari setelah pidato “sepenuhnya mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri", Presiden AS Barack Obama berkhotbah soal pentingnya demokrasi di Burma (Myanmar).

Di tengah pembicaraan tentang kemungkinan gencatan senjata yang dimediasi Mesir, dan laporan Haaretz tentang persiapan kemungkinan serangan darat Israel, sulit menebak apa yang bakal terjadi kemudian.

Gedung Putih menyatakan Obama telah berbicara dengan Netanyahu dan Presiden Mesir, Muhammad Mursi, tentang cara dan bagaimana meredakan situasi. Mungkin khawatir serangan besar-besaran—terutama darat—bakal dihentikan sebelum mencapai target.

Dan di hari ketujuh, Rabu (21/11), korban sipil di Gaza terus berjatuhan. Hampir 150 orang tewas, dan 1.000-an lainnya luka-luka.

Media-media Barat kompak bak paduan suara, menggambarkan serangan Israel di Gaza sebagai operasi Angkatan Bersenjata Israel (IDF) untuk "membela diri" atas serangan roket Palestina ke wilayah Yahudi tersebut.

Padahal, sejumlah laporan menyatakan Obama—jelang pilpres AS awal November lalu—telah memberikan lampu hijau ke Tel Aviv tentang keterlibatan langsung pemerintah dan militer AS dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan terhadap Gaza.

Pakar ekonomi (emeritus) Universitas Ottawa dan penasihat sejumlah negara berkembang, Michel Chossudovsky, menyatakan ada bukti yang menunjukkan digelarnya operasi "Pillar of Cloud" berhubungan erat dengan Washington, dalam konteks yang lebih luas daripada sekedar proses perencanaan militer dua sekutu abadi tersebut.

“Sejumlah pejabat senior militer AS berada di lokasi (Israel), bekerjasama dengan rekan-rekan mereka di IDF, beberapa hari menjelang serangan,” beber Chossudovsky di situs Globalresearch.ca.

Operasi Pillar of Cloud (Tiang Awan) diluncurkan pada 14 November, tepat sepekan setelah pemilihan presiden AS. Serangan ini, kata Chossudovsky, telah ditetapkan dan bakal diluncurkan. Terlepas dari apa pun hasil pemilu AS.

Langkah pertama adalah pembunuhan pemimpin sayap militer Hamas, Ahmad al-Jabari. Selanjutnya, operasi bakal berkembang menjadi pengeboman umum dan invasi darat yang melibatkan penyebaran sekitar 75.000 serdadu Zionis. [baca: Pillar of Cloud, tak Cuma Proyek Israel (2)]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement