Ahad 03 Nov 2013 09:20 WIB

Cina Akan Blokir Suara Dalai Lama di Tibet

Dalai Lama (tengah) sedang memimpin doa saat berada di Washington pada 16 Juli.
Foto: AP/Jacquelyn Martin
Dalai Lama (tengah) sedang memimpin doa saat berada di Washington pada 16 Juli.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina memblokir suara pemimpin spiritual Tibet Dalai Lama di tanah airnya. Pemerintah Cina memastikan bahwa 'propaganda' Dalai Lama tidak diterima oleh siapapun baik melalui internet, televisi atau cara lain, kata seorang pejabat tinggi.

Cina juga telah mencoba mencegah warga Tibet mendengarkan atau menonton program siaran dari luar negeri atau mengakses informasi apa pun tentang Dalai Lama dan pemerintahan di pengasingan melalui internet. Tapi banyak warga Tibet yang masih dapat mengakses berita tersebut, baik melalui televisi satelit ilegal atau dengan menerobos batasan internet Cina.

Foto Dalai Lama dan ajarannya juga diselundupkan ke Tibet. Hal ini tentu berisiko besar bagi para pelaku penyelundupannya.

Ketua partai Tibet, Chen Quanguo, seperti dilaporkan Reuters, mengatakan bahwa pemerintah akan memastikan hanya suaranya yang didengar. Pernyataannya itu ditulis di jurnal berpengaruh Partai Komunis yang berkuasa Qiushi. "Upaya keras mencegah propaganda reaksioner/yang menentang kemajuan dari separatis memasuki Tibet," tulis Chen di majalah itu.

Pemerintah memblokirnya dengan menyita satelit ilegal, meningkatkan pemantauan konten dalam jaringan, dan memastikan semua pengguna telepon dan internet terdaftar menggunakan nama asli mereka, tambah dia. "Bekerja keras untuk memastikan bahwa suara dan citra partai didengar dan dilihat di seluruh penjuru (Tibet)  dan suara serta gambar kekuatan musuh dan sekutu Dalai tidak dilihat atau didengar," tulis Chen.

Cina menyebut peraih penghargaan Nobel Dalai Lama sebagai "serigala berbulu domba" yang berusaha untuk menggunakan cara-cara kekerasan guna mewujudkan Tibet yang merdeka.

Dalai Lama, yang melarikan diri ke India setelah pemberontakan yang gagal pada 1959, mengatakan ia hanya menginginkan otonomi murni bagi Tibet, dan menyangkal penggunaan kekerasan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement