Sabtu 04 Jan 2014 19:58 WIB

Suu Kyi Desak Militer Dukung Reformasi Konstitusi

Azyumardi Azra concerns over Myanmar pro-democracy leader Aung San Suu Kyi's silence over Rohingya case. (illustration)
Foto: Reuters/Soe Zeya Tun
Azyumardi Azra concerns over Myanmar pro-democracy leader Aung San Suu Kyi's silence over Rohingya case. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi pada Sabtu mendesak militer untuk campur tangan dalam mereformasi konstitusi era junta, yang menghalanginya untuk menjadi presiden.

Peraih Nobel yang berulangkali menyatakan kesiapannya menduduki posisi puncak politik itu mengatakan angkatan bersenjata Myanmar (tatmadaw) berperan penting dalam amendemen piagam tersebut, yang saat ini tengah diperdebatkan dalam panel parlemen yang juga beranggotakan tentara.

"Tatmadaw tidak seharusnya menghadapi dilema apakah akan ambil bagian dalam amendemen konstitusi atau tidak. Ia harus ambil bagian," katanya di hadapan anggota partai Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) dalam peringatan kemerdekaan Myanmar.

Presiden Myanmar Thein Sein, mantan jendral yang mendapat banyak pujian internasional atas reformasi yang dijalankannya sejak berkuasa pada 2011, dalam pidato yang disiarkan media pemerintah pada Kamis menyatakan dukungannya pada reformasi konstitusi.

Ia juga mengatakan mendukung amendemen atas ketentuan bahwa mereka yang pasangan atau anaknya merupakan warga negara asing tidak bisa menjadi calon presiden -- sebuah klausa yang diyakini ditujukan pada Suu Kyi, yang kedua anaknya adalah warga negara Inggris.

"Saya tidak ingin ada pembatasan hak setiap warga negara untuk menjadi pemimpin negara ini," kata Thein Sein.

Isu perubahan piagam ini mencuat saat Myanmar tengah bersiap menghadapi pemilihan parlemen pada 2015, dan dilihat sebagai pengujian apakah militer mau melonggarkan kekuasaannya.Presiden Myanmar dipilih oleh legislatif.

Suu Kyi menggencarkan kampanye untuk perubahan konstitusi 2008, yang menetapkan seperempat kursi parlemen disediakan untuk personel militer yang tidak dipilih.

"Kita harus menerima dengan terbuka bahwa konstitusi ini tidak adil, tidak sesuai dengan standar demokrasi dan bukan piagam yang bagus untuk masa depan negara kita," kata Suu Kyi pada Sabtu.

Setiap perubahan atas konstitusi memerlukan dukungan suara dari 75 persen anggota legislatif, sehingga diperlukan suara anggota dari kalangan tentara.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement