Sabtu 01 Feb 2014 16:38 WIB

PBB Berang, Israel Rusak Rumah di Lembah Jorban

Warga Palestina memprotes pemukiman Israel
Foto: AP/Majdi Mohammed
Warga Palestina memprotes pemukiman Israel

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Koordinator kemanusiaan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk wilayah Palestina Jumat mengecam pembongkaran Israel terhadap 36 rumah di Lembah Jordan dan mendesak penghentian tindakan semacam di Tepi Barat.

Ratusan aktivis, sementara itu, menggelar demonstrasi Jumat malam di wilayah Lembah Jordan.

Bergerak dari bukti jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa proses perdamaian Timur Tengah sebagian besar menguap antara keduanya Israel dan Palestina.

Penghancuran di komunitas Lembah Jordan, Ain ??el-Helwe, Kamis membuat mengungsi 66 orang, termasuk 36 anak-anak, kata James Rawley dalam sebuah pernyataan.

"Saya sangat prihatin dengan perpindahan yang sedang berlangsung dan perampasan terhadap rakyat Palestina ... di sepanjang Lembah Jordan di mana jumlah bangunan dihancurkan lebih dari dua kali lipat pada tahun lalu," katanya.

"Kegiatan ini tidak hanya merampas hak akses rakyat Palestina ke tempat penampungan dan layanan dasar, tetapi juga bertentangan dengan hukum internasional."

Kantornya mengatakan lebih dari 1.000 orang telah mengungsi tahun lalu di Tepi Barat dan Jerusalem timur yang dianeksasi Israel dengan penghancuran beralasan bahwa rumah-rumah itu dibangun tanpa izin Israel, yang hampir mustahil untuk mendapatkan".

Perlu diketahui wilayah Palestina itu dicaplok Israel dan pengembaliannya sedang diproses dalam perundingan antara kedua pihak dengan perantaraan AS.

Pada Jumat, sekitar 300 warga Palestina bersama dengan Israel dan pegiat asing mendirikan kamp-kamp di rumah yang ditinggalkan dekat Jericho di Tepi Barat, untuk protes terhadap penolakan Israel menarik diri dari Lembah Jordan dalam kasus kesepakatan damai, kata seorang fotografer AFP.

Para demonstran di desa Ain Hijleh dilengkapi dengan generator dan mengatakan mereka berencana untuk menghabiskan malam di sekitar selusin rumah, saat pasukan Israel dan polisi berjaga dari kejauhan.

Mereka menggelar spanduk bertuliskan: "Tidak ada perdamaian dengan pemukiman".

Aksi mereka - dijuluki " Melh al-Ard" (garam dunia) - bertujuan "untuk menghidupkan kembali desa purba Kanaan Palestina di Lembah Jordan", untuk melawan rencana aneksasi Israel, para aktivis mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Mereka mengutuk pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan proses perdamaian Israel-Palestina yang ditengahi oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry.

Usahanya akan "mendirikan negara Palestina cacat dan hanya mengakui entitas Israel sebagai negara Yahudi", kata mereka.

Keadaan seperti itu akan menempatkan warga Arab-Israel pada risiko deportasi setiap saat, kata para aktivis.

Kepercayan dalam proses perdamaian Timur Tengah sebagian besar menguap antara Israel dan Palestina dalam dua dekade sejak perjanjian Oslo dan jabat-tangan terkenal Gedung Putih, kata satu jajak pendapat baru ditemukan Jumat.

Menurut jajak pendapat Zogby Research Services, tidak banyak pihak telah percaya terhadap dorongan baru untuk perdamaian yang dipimpin oleh (Menlu AS John) Kerry, yang jajak pendapat percaya terbukti terjual keras.

Meskipun dua dekade telah berlalu sejak pemimpin Palestina Yasser Arafat wafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin berjabat tangan disaksikan oleh Pemimpin AS Bill Clinton, " jelas beberapa perbedaan yang mendalam eksis" mengganggu suasana antara kedua pihak.

"Dua puluh tahun kemudian hanya 18 persen warga Palestina dan 19 persen Israel yang memadang Oslo sebagai perkembangan positif dalam sejarah hubungan mereka," kata jajak pendapat. Kedua pihak percaya mereka tidak berkomitmen untuk perdamaian.

Dan hanya sekitar sepertiga dari orang di setiap masyarakat melihat solusi dua-negara sebagai solusi layak, meskipun 74 persen orang Israel dan 47 persen warga Palestina setuju itu adalah hasil yang diinginkan.

"Dari hasil jajak pendapat ini, jelas bahwa 20 tahun terakhir telah menjadi 'jalan tol' bagi kepercayaan baik warga Palestina dan Israel terhada proses perdamaia yang dimulai dengan penandatanganan perjanjian Oslo 1993," kata jajak pendapat.

Kerry sedang mencoba untuk menyusun perjanjian kerangka kerja yang akan menetapkan dan mengakhiri permainan dalam perundingan kembali dan membimbing pembicaraan beberapa bulan ke depan.

Dua puluh tahun yang lalu, baik Palestina, sekitar 61 persen, maupun Israel, sekitar 54 persen, mengatakan mereka "penuh harapan" ketika perjanjian Oslo ditandatangani, sebagai pengaturan peta jalan untuk proses perdamaian.

Jajak pendapat ini dilakukan di Timur Tengah pada Agustus 2013 terhadap 1.000 warga Israel dan Palestina, saat Kerry membujuk kedua pihak untuk melanjutkan pembicaraan setelah absen tiga tahun.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement