REPUBLIKA.CO.ID, SIMFEROFOL -- Sekitar 95 persen para pemilih Crimea memilih untuk bergabung dengan Rusia dan memutuskan untuk berpisah dengan Ukraina dalam referendum yang keabsahannya disengketakan.
Seperti dikutip bbcnews.com, Senin (17/3), lebih dari 50% kertas suara telah dihitung. Para pemilih diminta untuk menentukan dua pilihan yaitu bergabung dengan Rusia atau tetap bersama Ukraina dengan otonomi yang lebih besar.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya telah menyatakan akan menghormati keinginan rakyat Crimea. Sesudah perhitungan suara, pemimpin wilayah otonom Crimea yang menjadi bagian Ukraina ini mengatakan bahwa ia akan mengajukan permohonan agar Krimea masuk menjadi bagian Rusia.
Banyak warga Crimea yang setia terhadap pemerintah Ukraina untuk memboikot referendum, terutama dari kelompok etnik Tatar dan Ukraina. Penduduk Crimea terdiri dari 58 persen etnik Rusia, sisanya adalah etnik Tatar.
Pasukan Pro-Rusia mengambil alih kendali Krimea pada bulan Februari lalu, setelah Presiden Ukraina yang pro-Moskow Viktor Yanukovych digulingkan oleh demonstrasi massal.
Pemerintah Rusia pun telah mengatakan bahwa Presiden Putin dan Presiden Barrack Obama telah berbicara melalui sambungan telepon dan sepakat mencari cara untuk menstabilkan Ukraina.
Namun tak lama setelah pemungutan suara ditutup, Amerika kembali menyampaikan ancamannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Amerika dan Uni Eropa sebelumnya sepakat bahwa referendum di Krimea ilegal dan pemungutan suara tidak sah dan hasilnya tak akan diakui.