Senin 17 Mar 2014 21:45 WIB

Soal Crimea, Mengapa Turki Gamang?

Rep: Elba Damhuri/ Red: Agung Sasongko
Turkey's Prime Minister Tayyip Erdogan addresses members of parliament from his ruling AK Party (AKP) during a meeting at the Turkish parliament in Ankara February 18, 2014.
Foto: Reuters/Umit Bektas
Turkey's Prime Minister Tayyip Erdogan addresses members of parliament from his ruling AK Party (AKP) during a meeting at the Turkish parliament in Ankara February 18, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID,  ISTANBUL -- Sikap Turki masih belum jelas atas krisis politik di Crimea, Ukraina. Kegamangan Turki ini muncul dari faktor ekonomi Turki yang masih tergantung Rusia.

"Turki mengimpor banyak energi dari Rusia. Bisnis Turki juga berkembang di Rusia, terutama konstruksi," kata Lamiya Adilgizi, jurnalis dan penulis lepas Harian Zaman, koran terbesar di Turki, Senin (17/3).

Selama bertahun-tahun Turki dan Rusia mencoba menghapus jejak sejarah kelam keduanya dengan memperkuat ikatan ekonomi. Upaya itu, menurut Lamiya, termasuk berhasil, dengan makin mesranya hubungan Rusia-Truki belakangan ini --meski kerap muncul friksi-friksi atas isu-isu tertentu.

Sebanyak 60 persen pasokan energi Turki, jelas dia, dibeli dari Rusia, terutama gas yang dipasok dari pipa-pipa Rusia. Nilai perdagangan kedua negara tergoolong besar, mencapai 40 miliar dolar AS, yang ikut membantu tumbuhnya ekonomi Turki.

Dari sektor pariwisata, Lamiya mengatakan, ratusan ribu turis Rusia selalu mendatangi situs-situs penting Turki. Pantai Aegean menjadi salah satu tujuan favorit wisata turis Rusia di Turki.  Rusia juga investasi besar-besaran di sektor konstruksi di Turki. Pada tahun lalu, total investasi langsung Rusia di Turki mencapai 800 juta dolar AS.

Investasi Turki di Rusia pun tergolong tinggi. Mereka ikut membangun gedung-gedung dan infrastruktur di Rusia, termasuk konstruksi untuk Olimpiade Musim Dingin Sochi, beberapa waktu lalu.

PM Turki Recep Tayyip Erdogan pun hanya bicara umum terkait konflik Rusia-Ukraina. Erdogan menekankan bahwa integritas, kedaulatan, dan kesatuan politik Ukraina harus dilindungi. Menlu Turki Ahmet Davutoglu menyerukan pandangan yang sama saat mengunjungi Kiev, Ibu Kota Ukraina, beberapa waktu lalu.

Sikap Turki yang gamang ini pun menjadi pertanyaan serius Muslim Tatar yang juga keturunan Turki. Mereka mendesak Turki bersikap lebih tegas atas 'invasi' oleh Rusia terhadap tanah mereka.

Presiden Rusia Vladimir Putin memang sudah memberikan garansi untuk menjamin keamanan Muslim Tatar dan masa depan mereka. Rusia, kata Putin, memiliki hubungan erat dengan Muslim Tatar.

Warga Crimea sudah memutuskan sikap untuk bergabung dengan Rusia pada referendum yang digelar pada Ahad (17/3). Sebanyak 90 persen suara memilih Rusia dibandingkan menjadi negara merdeka, lepas dari Ukraina.

Barat, dimotori AS, Inggris, dan Prancis, menolak segala hasil referendum. Mereka menegaskan referendum itu dilakukan secara tidak sah dan melanggar hukum Ukraina.

Namun, Rusia menyatakan, rakyat Crimea berhak menentukan masa depan yang lebih baik. Dan itu, kata Rusia, dilindungi undang-undang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement