REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS-- Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen Selasa mengecam pencaplokan Rusia atas Crimea "ilegal" dan mendesak baik Moskow dan Kiev menahan diri setelah kematian seorang tentara Ukraina.
"Rusia telah mengabaikan semua seruan untuk melangkah kembali ke jalur sejalan dengan hukum internasional dan terus meninggalkan jalan yang berbahaya," kata Rasmussen dalam sebuah pernyataan.
"Tidak akan ada pembenaran untuk melanjutkan tindakan ini yang hanya dapat memperdalam isolasi internasional Rusia," katanya.
"Pencaplokan Krimea adalah ilegal dan tidak sah, dan sekutu NATO tidak akan mengakuinya."
Sebelumnya Selasa, Presiden Vladimir Putin menandatangani perjanjian yang mengklaim Wilayah Laut Hitam Krimea sebagai wilayah Rusia saat Ukraina memperingatkan pertikaian telah memasuki "tahap militer" setelah tentara tewas di kedua pihak.
Rasmussen menambahkan bahwa ia "sangat prihatin" oleh laporan-laporan tentang kematian seorang tentara Ukraina. "Ini sangat mendesak bahwa semua pihak menahan diri dan mengambil semua langkah yang mungkin untuk menghindari eskalasi lebih lanjut," tegasnya.
Ukraina mengatakan seorang tentaranya tewas di Krimea, Selasa, yang merupakan kasus pertumpahan darah pertama sejak pasukan Rusia dan milisi pro-Kremlin menguasai wilayah pemberontakan itu hampir tiga pekan lalu.
Juru bicara kementerian pertahanan regional, Vladislav Seleznyov, mengatakan kepada AFP bahwa prajurit tersebut meninggal setelah lehernya tertembak ketika sekelompok pria bersenjata menyerbu sebuah pangkalan militer Ukraina di kota utama Krimea bagian timur laut, Simferopol.
Seleznyov tidak memberikan keterangan rinci tentang apakah pangkalan itu diserbu oleh tentara-tentara Rusia ataukah oleh para milisi yang memihak Kremlin - yang juga menjalankan patroli di semenanjung Krimea.
Juru bicara mengatakan satu tentara lainnya mengalami luka-luka dalam serangan tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa menandatangani perjanjian yang memasukkan wilayah Laut Hitam Krimea sebagai wilayah milik Rusia. Klaim itu telah mengundang kecaman dari Kiev dan negara-negara Barat.
Pasukan Rusia telah menduduki semenanjung Krimea sejak awal Maret setelah terjungkalnya pemerintahan pro-Kremlin di Ukraina bulan lalu dan meningkatnya kekuasaan pemerintahan baru yang didukung Barat - yang condong untuk menjalin hubungan lebih erat dengan Uni Eropa.
Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk mengatakan, saat berlangsungnya sidang darurat pemerintah di Kiev, bahwa konflik negaranya dengan Rusia sedang memasuki "tahap militer".