Jumat 11 Apr 2014 20:23 WIB

Pemilu 2014: Penggunaan Teknologi Kontradiktif Sekaligus Kreatif

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Pemilihan umum legislatif 2014 Indonesia menggambarkan banyak hal yang seringkali kontradiktif. Di satu sisi masih ada yang mengeluh sulit datang ke TPS, karena  jalan yang tidak memadai. Namun, di sisi lain juga diwarnai  berbagai sentuhan teknologi yang terbilang canggih.

1. Sosialisasi pemilu lewat internet
Sosialisasi pemilu lewat internet
 
Informasi tentang cara ikut pemilu, partai-partai serta calon legislatif yang bersaing, serta system perwakilan di lembaga legislatif bisa didapat di berbagai situs di internet, seperti situs jariungu.com atau situs komisi pemilihan umum. Warga Indonesia yang tinggal di Melbourne mendapat informasi tentang pemilu melalui mailing list komunitas.
 
2. Mau daftar? WhatsApp saja!
Mau daftar? Whatsapp saja!
 
Panitia pemilihan umum luar negeri (PPLN) di Victoria, Australia tampak menjalankan berbagai cara agar para warga Indonesia yang di kota ini mendaftar dan berpartisipasi dalam Pemilu. Pendaftaran pemilih bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari mengisi formulir kertas, mendaftar secara online, hingga mendaftar lewat aplikasi pesan singkat WhatsApp.
“Dengan kemajuan teknologi, semua saluran kita gunakan untuk pendaftaran. Harusnya memang ada bukti hard copy, tapi kita juga ngga bisa mengharapkan teman-teman mengisi form, meng-scan, mengirim lewat email, itu menyulitkan mereka. Untuk mereka. Di satu sisi kita juga harus menampung semua orang yang ingin menggunakan hak suaranya.” Jelas Budi Wiratno, Sekretaris PPLN Victoria.
Sayangnya, jumlah pemilih tahun ini justru menurun. Menurut salah seorang anggota PPLN di Victoria yang mencakup Melbourne, Iman Santosa, pemilih yang datang hari Sabtu di KJRI berjumlah 2.861 orang, sekitar 18 persen dari keseluruhan pemilih berjumlah sekitar 15 ribu orang. Sedangkan lima tahun lalu jumlah pemilih mencapai 20 persen.
 
3. Kampanye, debat, diskusi, lewat jejaring sosial internet dan piranti mobile
Kampanye, debat, diskusi, lewat jejaring sosial internet dan piranti mobile
 
Banyak calon legislatif (caleg) yang gencar melakukan kampanye lewat jejaring sosial internet, seperti melalui Twitter dan Facebook. Laman Facebook Risa Bhinekawati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, sudah mendapat lebih dari 5.000 “likes”, dan akun Twitter partai Gerindra memiliki lebih dari 46.000 tweet.
Lini waktu Facebook banyak warga Indonesia menjelang pemilu kerap dihiasi berbagai post tentang caleg atau partai tertentu, atau ada juga post yang mengkampanyekan untuk tidak memilih, alias “Golput”.
Ulya Jamson, seorang warganegara Indonesia di Melbourne, mengaku grup-grup WhatsApp di ponselnya pun seringkali diwarnai debat tentang partai politik atau caleg tertentu.
 
4. Debat dan Tanya jawab kandidat melalui Google Hangouts dan Youtube
Debat dan Tanya jawab kandidat melalui Google Hangouts dan Youtube
 
Interaksi antar caleg dan juga antara caleg dan calon pemilih tak hanya berupa sebaris dua baris tanya jawab atau pernyataan di twitter. Tukar pendapat bahkan bisa dilakukan dalam media audio visual, seperti yang dilakukan beberapa caleg dan warganegara Indoensia di luar negeri dalam sesi-sesi debat online kandidat yang dilakukan dengan fasilitas Google Hangouts.
Dalam sesi ini, kandidat dan pemilih benar-benar bisa mendengar dan melihat satu sama lain, tanpa harus mengeluarkan biaya khusus, kecuali mungkin biaya internet ekstra demi koneksi yang lebih baik.
 
5. Pemantauan hasil pemilu lewat internet
Pemantauan hasil pemilu lewat internet
 
Setelah pemilu dilangsungkan, mereka yang ingin tahu tentang hasil penghitungan suara pun bisa dengan cepat memonitor hasil penghitungan, baik yang menggunakan sistem “quick count” dan yang resmi, melalui internet, yang bisa diakses lewat ponsel pintar.
Hasil penghitungan dimuat di berbagai situs, mulai dari situs berita hingga situs pemerintah. Contohnya, situs berbagai panitia penyelenggaraan di Australia. Saat pelaksanaan pun panitia dan badan pengawasan pemilu yang mengunjungi lokasi TPS di Melbourne memanfaatkan teknologi video conference untuk berkomunikasi dengan panitia di negara-negara bagian lain.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement