Kamis 24 Apr 2014 23:12 WIB

Setelah Diterpa Isu, Presiden Senegal Akhirnya Kembali ke Negaranya

Senegal
Foto: .
Senegal

REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR -- Abdoulaye Wade, Jumat, akan kembali ke negara Afrika Barat itu untuk pertama kalinya sejak kalah dalam pemilihan umum 2012, dua hari lebih lambat dari yang direncanakan karena masalah dengan penerbangannya, menurut partainya, Partai Demokrat Senegal (PDS).

Penundaan kepulangan Wade terjadi setelah jet yang disewanya terjebak di Maroko, yang mendorong tuduhan dari PDS bahwa penerbangan itu tidak memperoleh izin mendarat di Dakar, Rabu.

Seorang juru bicara pemerintah membantah adanya penolakan otorisasi pendaratan untuk jet Wade dan mengatakan bahwa tidak ada permintaan yang telah diterima sebelumnya.

"Untuk memungkinkan semua orang yang ingin datang dalam jumlah besar untuk menyambutnya, partai kami meminta Presiden Wade untuk menunda kedatangannya sampai Jumat 25 April dan dia setuju," kata PDS dalam sebuah pernyataan.

Kepulangan Wade telah meningkatkan ketegangan di salah satu negara demokrasi yang paling stabil di Afrika itu.

Polisi Senegal tersebar untuk membubarkan ratusan pendukung Wade yang berkumpul di bandara Dakar untuk menyambutnya pada hari Rabu.

Di luar universitas utama Dakar, mahasiswa pro - Wade melemparkan batu pada polisi dan mereka merespon dengan gas air mata.

Kembalinya Wade, yang putranya Karim menghadapi tuduhan korupsi , ditunggu oleh partainya yang akan mengikuti pemilihan umum lokal pada bulan Juni. Partai itu ingin memanfaatkan jumlah pengangguran di bawah kepemimpinan penggantinya, Macky Sall.

Wade , 87 , yang telah tinggal di Prancis selama dua tahun terakhir, memutuskan untuk kembali setelah pihak berwenang pekan lalu memutuskan untuk menyidangkan kasus anaknya pada bulan Juni . Media setempat melihat kepulangan Wade sebagai cara untuk menekan pemerintah Sall sebelum sidang.

Banyak orang-orang biasa di Senegal mengatakan upaya Sall untuk mengatasi korupsi dan meningkatkan pemerintahan telah gagal menyediakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di bekas koloni Prancis yang berpenduduk 13 juta orang itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement