REPUBLIKA.CO.ID, PBB-- Sekjen PBB Ban Ki-moon Selasa mendesak Presiden Sudan Selatan Salva Kiir menyerukan secara terbuka penghentian "kampanye negatif" terhadap pasukan perdamaian PBB dan mengadili mereka yang bertanggung jawab atas serangan terhadap para warga sipil dan PBB.
Dalam satu pembicaraan telepon dengan Kiir, Sekjen PBB itu menyerukan "penghentian segera perang yang kejam dan pembunuhan yang mengerikan terhadap para warga sipil Sudan Selatan," kata satu pernyataan dari kantor pers Ban.
Lebih dari satu juta orang meninggalkan rumah-rumah mereka sejak pertempuran meletus Desember antara etnik Dinka dari Kiir dan etnik Nuer dari mantan wakil presiden Riek Machar. Ribuan orang tewas dan puluhan ribu orang mengungsi di pangkalan PBB di Sudan Selatan, negara termuda dunia itu setelah aksi kekerasan meluas.
Ban menegaskan tentang perlunya menjamin agar para pelaku serangan yang sama sekali tidak dapat disetujui terhadap kompleks Missi PBB di Sudang Selatan (UNMIS) di Bor dan pembunuhan-pembunuhan bermotif etnik di Bentiu harus dibawa ke pengadilan.
PBB menuduh pemberontak awal bulan ini memburu ratusan orang di sebuah rumah sakit, gereja dan masjid di Bentiu, ibu kota negara bagian Unity penghasil minyak itu, dan membunuh mereka berdasarkan etnik dan kebangsaan.
Setelah pembunuhan itu, penduduk Dinka di daerah Bor, negara bagian Jonglei menyerang pangkalan PBB tempat sekitar 5.000 orang, sebagian besar etnik Nuer mengungsi. Setidaknya 58 orang tewas dan hampir 100 orang lainnya cedera termasuk dua anggota pasukan perdamaian PBB.
Ban mendesak presiden itu langsung turun tangan untuk menghentikan kampanye negatif terhadap staf UNMISS dan mengeluarkan satu pernyataan umum untuk mengakhiri ini. Perundingan-perundingan antara pemerintah Kiir dan pemberontak yang setia kepada Machar gagal mencapai kemajuan sejak penandatangan gencatan senjata 23 Januari yang tidak pernah dilaksanakan.
Para anggota Dewan Keamanan PBB sedang mempertimbangkan sanksi-sanksi terhadap pihak-pihak yang berperang di Sudan Selatan. Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengancam Sudan Selatan dengan sanksi-sanksi. Presiden AS Barack Obama awal bulan ini mengizinkan pengenaan sanksi-sanksi terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Sudan Selatan atau merusak demokrasi dan menghambat proses perdamaian.