REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA-- Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Kamis (1/5) memperingatkan konflik di Sudan Selatan dapat berubah menjadi pemusnahan suku, dan menyampaikan ancaman mengenai sanksi. Namun Kerry menyampaikan harapan bahwa makin banyak prajurit pemelihara perdamaian dapat dikerahkan dengan cepat guna menghentikan pertumpahan darah.
Kerry, yang keluar dari pembicaraan mengenai pembantauan suku yang meningkat di Sudan Selatan dengan menteri luar negeri dari tetangga Sudan Selatan --Ethiopia, Uganda dan Kenya, mengatakan semua pihak sepakat "pembunuhan harus dihentikan".
"Satu kekuatan sah yang memiliki kemampuan untuk membantu mewujudkan perdamaian perlu dikirim secepat mungkin," kata Kerry di Addis Ababa, Ethiopia, pada awal kunjungannya ke Afrika, sebaimana dikutip Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi.
Saat berbicara kepada wartawan, Menteri Luar Negeri AS itu mengatakan yang menjadi sasaran "dalam beberapa hari kedepan ialah kami dapat bergerak dengan lebih cepat untuk menempatkan personel di lapangan. Mereka bisa membuat perbedaan".
Timpalannya dari Ethiopia Tedros Adhanom mengatakan semua pihak menekankan perlunya bagi penggelaran pasukan secepat mungkin. Seorang wanita juru bicara mengatakan Kerry merujuk kepada pasukan regional di bawah wewenang PBB, yang sudah memiliki misi di Sudan Selatan.
Kerry mengatakan ia dan timpalannya dari Afrika sepakat mengenai ketentuan dan waktu serta cara dan ukuran kekuatan semacam itu tapi tak bersedia memberi perincian.
"Satu perbedaan terbesar ialah bergerak dengan cepat dengan izin dukungan Dewan Keamanan PBB untuk mengirim pasukan yang dapat mulai memisahkan rakyat dan menyediakan keselamatan serta keamanan. Itu penting," kata Kerry kepada wartawan.
Lebih dari satu juta orang telah meninggalkan rumah mereka dan ribuan orang telah tewas sejak pertempuran meletus pada Desember antara pasukan yang mendukung Presiden Salva Kiir dan tentara yang setiap kepada wakil presiden yang dipecat, Riek Machar.
Pertempuran telah meningkatkan ketegangan suku antara etnik Kiir, Dinka, dan suku asal Machar, Nuer. Perundingan antara Pemerintah Kiir dan gerilyawan yang setia kepada Machar telah gagal membuat kemajuan sejak penandatangan gencatan senjata 23 Januari, tapi kesepakatan tersebut tak pernah diterapkan.
Ketika ditanya mengenai resiko pemusnahan suku, Kerry mengatakan penunjuk utama yang sangat mengganggu mengenai pembunuhan suku, etnik dan nasionalistik yang terarah mencuatkan pertanyaan yang menggangu.
"Kalau saja semua itu berlangsung dengan cara yang terjadi saat ini, semuanya dapat benar-benar menjadi tantangan yang sangat serius bagi masyarakat internasional berkaitan dengan masalah pemusnahan suku", kata Kerry kepada wartawan.
Delegasi dari kedua pihak di Sudan Selatan melanjutkan pembahasan langsung di Addis Ababa, Ibu Kota Ethiopia, pada Kamis, setelah penundaan selama beberapa hari, kata beberapa pejabat.