REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA-- Pengungsi Sudan Selatan telah membanjiri negara tetangganya, Ethiopia, selama tiga hari terakhir untuk melarikan diri dari pertempuran di tanah air mereka, kata PBB, Selasa. Adrian Edwards, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk pengungsi, mengatakan bahwa lebih dari 11.000 orang telah menyeberang ke Ethiopia dalam 72 jam terakhir.
Gelombang itu dimulai setelah pasukan pemerintah Sudan Selatan menguasai kubu pemberontak Nasir pada akhir pekan. Para pengungsi, semua dari etnis Nuer Sudan Selatan, menyeberangi Sungai Baro yang menandai perbatasan dengan Ethiopia.
"Para pengungsi memberitahu kami bahwa lebih banyak orang sedang dalam perjalanan, dengan banyak yang berkumpul di sisi perbatasan Sudan Selatan menunggu untuk menyeberangi sungai menggunakan salah satu dari beberapa kapal penyeberangan kecil, " kata Edwards.
Badan-badan bantuan bergegas memberikan makanan dan obat-obatan kepada para pengungsi yang baru tiba, beberapa di antaranya terluka, kata Edwards. Upaya sedang dilakukan untuk memindahkan mereka ke kamp yang berada lebih di dalam Ethiopia, tetapi mengingat kapasitas lokasi itu dengan cepat mendekati maksimal yaitu 40 ribu orang, dilakukan pembangunan lokasi baru untuk menampung 30 ribu yang lain.
"Sebagian besar pendatang baru adalah perempuan dan anak-anak , tapi kami juga melihat peningkatan jumlah laki-laki yang melarikan diri," kata Edwards.
Lebih dari 110 ribu pengungsi telah melarikan diri dari Sudan Selatan ke Ethiopia sejak pecahnya kekerasan di sana pada Desember lalu. Sekitar 205 ribu yang lain telah menuju ke Uganda, Sudan dan Kenya, sementara sekitar 923 ribu orang mengungsi di dalam Sudan Selatan sendiri.
Presiden Sudan Selatan Salva Kiir telah terkunci dalam pertempuran selama empat bulan dengan pemberontak yang setia kepada wakil presiden yang dipecat Riek Machar. Konflik itu telah mengadu antara kaum Dinak Kiir melawan kaum Nuer Machar.
Kedua belah pihak telah terlibat dalam aksi kekejaman dan kejahatan perang. Perang telah menyebabkan ribuan dan mungkin puluhan ribu orang tewas, dan memicu krisis kemanusiaan besar-besaran.