Rabu 07 May 2014 12:55 WIB

Pemberontak Sudan Selatan Buka Peluang Dialog

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
Peta wilayah Sudan Selatan
Foto: IST
Peta wilayah Sudan Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JUBA-- Pemimpin pemberontak Sudan Selatan Riek Machar sepakat berdialog dengan Presiden Salva Kiir. Sekjen PBB Ban Ki-moon yang tengah mengunjungi Sudan Selatan mengatakan Machar telah berjanji akan hadir dalam pembicaraan di Ethiopia untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di negara itu.

Dilansir dari Aljazeera, pernyataan Ban ini disampaikan setelah ia berbicara dengan pemimpin pemberontak melalui telepon. Perundingan damai ini dijadwalkan akan digelar pada Jumat. "Baik Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya Riek Machar telah berjanji akan menghadiri perundingan," kata Ban dikutip dari BBC.

Ia melanjutkan, para pemimpin negara harus mendukung keadilan dan bertanggung jawab atas kriminalitas yang mereka lakukan. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengunjungi negara tersebut dan meminta Kiir untuk bertemu dengan Machar.

Kedua belah pihak, baik pemerintah maupun pemberontak saling menyalahkan atas konflik dan pembunuhan massal di negara itu. Sedangkan, gencatan senjata selama 30 hari juga dilakukan pada Rabu setelah perjanjian gencatan senjata yang disepakati pada Januari lalu tidak dilaksanakan oleh kedua belah pihak.

Pejabat kemanusian berharap dalam proses gencatan senjata tersebut warga sipil dapat kembali bercocok tanam serta tinggal di wilayah yang lebih aman. Sementara itu, beberapa hari yang lalu pasukan pemerintah Sudan Selatan mencoba untuk mengambil alih pusat minyak di Bentiu dari tangan pemberontak.

Namun, baku tembak antara keduanya membuat pasukan pemerintah mundur. Presiden Uganda Yoweri Museveni telah mempertahankan perannya dalam konflik tersebut dan membantah bahwa pemerintah Sudan Selatan telah membayar atas bantuan militernya.

Ia juga menyatakan akan mendukung sanksi terhadap para pemimpin yang menghambat proses perdamaian. Dalam perkembangan terpisah, Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi terhadap para pemimpin militer dari kedua belah pihak.

"Marial Chanuong, pemimpin pasukan pengawal Presiden Sudan Selatan, dan Peter Gadet, pemimpin pemberontak, bertangung jawab atas tindakan kekerasan terhadap warga sipil," kata Kerry.

Penjatuhan sanksi ini sebagai bentuk rasa frustasi dan kecewa AS terhadap para pemimpin di Sudan Selatan. Dalam sanksi ini, Amerika telah membekukan aset kedua pemimpin tersebut di AS dan menghentikan warga serta perusahaannya agar tidak bekerja sama dengan mereka.

Chanuong telah memimpin operasi di Juba pada Desember lalu dan telah menyebabkan kekerasan pecah. Pejabat PBB mengatakan pasukannya juga telah membunuh ribuan orang. "Kami menjatuhkan sanksi kepada dua individu yang kami rasa cukup adil dimana keduanya telah menyebabkan pertumpahan darah," kata pejabat AS.

Sementara, Duta besar AS untuk PBB Samantha Power mengatakan sanksi yang dijatuhkan kepada dua pemimpin tersebut merupakan langkah awal yang dapat menjadi peringatan bagi pihak lainnya yang terlibat dalam konflik ini. Sanksi ini merupakan sanksi pertama yang dijatuhkan kepada Sudan Selatan oleh AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement