REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Mahkamah Konstitusi Thailand, Rabu (7/5), memutuskan status Perdana Menteri bagi Yingluck Shinawatra berakhir karena ia menyelewengkan kekuasaan dalam pengalihan staf pada 2011.
Sembilan lagi anggota kabinet sementara juga dicopot dari jabatan karena keterlibatan mereka dalam pengalihan staf tersebut.
Pengadilan itu menyatakan Yingluck memiliki agenda tersembunyi dalam pengalihan staf tersebut, yang berakhir menguntungkan seorang kerabatnya, dan ia telah melakukan perbuatan berupa pertentangan kepentingan.
Pengadilan itu memutuskan bahwa pengalihan Thawil Pliensri dari jabatan sekretaris jenderal Dewan Keamanan Nasional (NSC) pada 2011 telah melicinkan jalan bagi pengangkatan Jend. Pol. Preowpan Damapong, yang memiliki hubungan keluarga dengan Yingluck, sebagai kepala polisi nasional.
Akibatnya ialah, pengalihan staf itu tidak sah, tak sesuai undang-undang dasar dan tidak etis.
Jend Pol Preowpan, saudara laki-laki Khunying Podjaman Damapong, mantan istri saudara laki-laki Yingluck, mantan pemimpin Thailand Thaksin Shinawatra, telah diangkat sebagai kepala polisi nasional untuk menggantikan Jend. Pol. Vichian Podbhosri --yang menggantikan Thawil sebagai kepala NSC.
Pengadilan tersebut menyatakan sisa anggota kabinet akan terus melaksanakan tugas peralihan sampai kabinet baru dibentuk.
Niwatthamrong Boonsongpaisan, yang sebelumnya menjadi penjabat wakil perdana menteri dan menteri perdagangan di dalam kabinet Yingluck, telah diangkat sebagai Perdana Menteri sementara baru. Niwatthamron dulu bekerja sebagai wakil senior pejabat pelaksana di Shin Corporation, milik seorang konglomerat yang sebelumnya dimiliki oleh keluarga Shinwatra.
Partai Pheu Thai, inti pemerintah sementara Yingluck, mencela putusan makamah, dan menyebutnya persekongkolan untuk berusaha menggulingkan pemerintah demokratis.
Di dalam satu pernyataan, partai itu menyeru rakyat yang tidak setuju dengan putusan tersebut agar menyampaikan penentangan mereka dengan cara damai seperti demonstrasi damai.