REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia perlu melakukan perundingan untuk menyelesaikan persoalan imigran pencari suaka yang sering terjadi, kata Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Irawan Ronodipuro.
Irawan, di Jakarta, Jumat, mengatakan pemerintah Australia perlu bersikap lebih bijak dalam mengatasi permasalahan imigran pencari suaka.
"Memang benar bahwa pihak Australia memberlakukan kebijakan yang ketat kepada imigran pencari suaka. Namun perlu diperhatikan juga bahwa mereka memulangkan para imigran tersebut ke wilayah Indonesia," katanya.
Hal itu seolah-olah pihak Australia membuang imigran ke perairan Indonesia agar para imigran tersebut menjadi tanggung jawab Indonesia. Seharusnya tidak bisa seperti itu, kita juga punya kedaulatan yang harus dihormati oleh Australia sebagai negara tetangga, tegas Irawan.
Ia menjelaskan, sebenarnya pemerintah Indonesia juga bisa memberlakukan kebijakan yang sama, namun pada kenyataannya Indonesia tidak bisa membiarkan para imigran telantar begitu saja.
"Perlu diingat bahwa belum lama ini hubungan Indonesia dan Australia sempat memanas? karena masalah penyadapan. Seharusnya pemerintah Australia lebih bijaksana dan tidak bersikap arogan karena hal ini bisa semakin memanaskan hubungan kedua negara," tuturnya.
Oleh karena itu, Gerindra mendorong agar Pemerintah Indonesia dan Australia duduk bersama untuk berunding mencari solusi yang terbaik atas permasalahan imigran pencari suaka ini.
Sebelumnya, TNI Angkatan Laut menemukan 19 manusia perahu yang mengaku dipaksa balik ke perairan Indonesia ketika berusaha mencapai Australia, yang kini memberlakukan kebijakan keras atas para pencari suaka.
TNI AL menemukan sebuah perahu berisi calon pengungsi yang terdampar di pulau Lay, Nusa Tenggara Timur, di sebelah timur Indonesia pada Minggu (4/5).
Para imigran itu berasal dari India, Nepal dan Albania. Berdasarkan kesaksian dari para kru, perahu itu ketika mencapai perairan Australia diperiksa oleh kapal perang Australia dan dipaksa kembali ke wilayah perairan Indonesia.