REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA.CO.ID,JUBA -- Sudan Selatan akan menunda pemilu presiden yang rencananya akan digelar pada 2015. Presiden Salva Kiir menyebutkan negaranya membutuhkan waktu untuk melakukan rekonsiliasi, sehingga kemungkinan pemilu akan digelar pada 2018.
"Pemilu tidak akan digelar pada 2015 karena rekonsiliasi antar warga membutuhkan waktu," kata Kiir di bandara Juba pada Minggu kemarin. "Pemilu harus diperpanjang hingga dua atau tiga tahun, jadi pemerintah sementara akan tetap berkuasa dan pemilu akan diselenggarakan pada 2017 atau 2018," lanjutnya.
Konflik di Sudan Selatan telah mengancam perpecahan di negara yang baru saja mendapat kemerdekaanya pada 2011. Permusuhan antar etnis ini membuat negara tersebut kacau balau karena memicu banyak kekerasan dan pembunuhan. Konflik ini melibatkan dua suku yakni suku Dinka yang mendukung Presiden Kiir dan suku Nuer yang mendukung mantan wakil presiden Riek Machar.
Kiir dan Machar sebelumnya juga pernah bersepakat untuk melakukan gencatan senjata pada Juli 2013. Namun, kesepakatan itu gagal. Terakhir, kesepakatan gencatan senjata juga kembali dilakukan oleh kedua belah pihak di Ethiopia pada Jumat kemarin.
Mereka pun berjanji akan melakukan pembicaraan lebih lanjut mendiskusikan pembentukan pemerintahan sementara untuk mengakhiri pertumpahan darah yang terjadi hampir lima bulan ini.
Sayangnya, kesepakatan gencatan senjata yang kedua kalinya ini juga telah dilanggar. Pasukan militer Sudan Selatan dan pemberontak pun saling menyalahkan karena gencatan senjata dilanggar beberapa jam setelah dimulai. Mulainya pertikaian ketika gencatan senjata diterapkan ini dapat membuat mediator internasional frustasi.