REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Pemerintah Sudan Selatan dan pemberontak di wilayah itu kembali menyepakati untuk mengakhiri pertempuran. Mereka pun akan membentuk pemerintahan transisi dalam waktu 60 hari.
BBC melaporkan, blok regional IGAD yang memediasi konflik tersebut, telah mengancam akan menjatuhkan sanksi jika mereka tidak mematuhi kesepakatan. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Presiden Salva Kiir dan pemimpin pemberontak Riek Machar di Addis Ababa, Ethiopia.
"Jika mereka tidak mematuhi kesepakatan ini, IGAD sebagai bentuk organisasi, akan ikut menciptakan perdamaian di Sudan Selatan. Dalam hal ini, kami memiliki beberapa opsi termasuk penjatuhan sanksi dan tindakan-tindakan lainnya," kata Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn.
Sebelumnya, kedua belah pihak juga telah melakukan kesepakatan mengakhiri kekerasan. Namun sayangnya, kesepakatan itu pun gagal dilakukan dan krisis kemanusian semakin memburuk.
Ancaman dari para negara tetangga itu pun merupakan ancaman pertama kalinya yang diberikan kepada Sudan Selatan. Hal ini menunjukan bahwa mereka merasa frustasi atas kondisi di negara tersebut.
Ribuan orang dinyatakan telah tewas dalam konflik ini. Bahkan, jutaan warganya pun telah mengungsi. Konflik ini bermula dari konflik politik antara Kiir dan Machar, mantan wakil presiden yang dipecat, yang kemudian membesar menjadi konflik etnis.