Ahad 13 Jul 2014 16:35 WIB

PBB Desak Parlemen Irak Bersatu Bentuk Pemerintahan Baru

Rep: c66/ Red: Bilal Ramadhan
Sukarelawan yang bergabung dengan pasukan Irak dalam memerangi ISIL. (ilustrasi)
Foto: Reuters/Ahmed Saad
Sukarelawan yang bergabung dengan pasukan Irak dalam memerangi ISIL. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD-- PBB mendesak para pemimpin Irak untuk segera membentuk pemerintahan baru yang inklusif, Sabtu (12/7). Hal ini diingatkan oleh PBB, menyusul ancaman kekacauan yang semakin meningkat dari kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di negara tersebut.

PBB meminta Pemerintah Irak untuk bergerak lebih cepat bersama-sama mengatasi krisis terburuk yang mereka hadapi, sejak pasukan AS meninggalkan negara itu pada 2011. Pertumpahan darah yang terjadi konflik sektarian di negara itu kian melonjak, terutama akibat pemerintah yang disebut tidak dapat menyatukan seluruh etnis yang ada di Irak.

Selama satu bulan terakhir, ISIS terus mengintensifkan serangan yang ditujukan untuk menumbangkan pemerintahan Irak yang dipimpin oleh Perdana Menteri Nuri al-Maliki. Perdana menteri yang berasal dari Syiah ini disebut oleh ISIS kerap mendiskriminasikan hak-hak minoritas muslim Sunni di negara itu.

ISIS meminta Maliki untuk segera mundur dari jabatannya dan mengancam akan menyerbu Baghdad, setelah mereka menguasai banyak wilayah, terutama di utara dan barat Irak. PBB memperingati Irak akan ancaman kekacauan yang semakin memburuk, jika para anggota parlemen tidak segera membuat kemajuan.

Para anggota parlemen dijadwalkan untuk kembali melakukan pemilihan pemerintahan baru yang sempat tertunda pada hari ini, Ahad (13/7). "Irak dapat terjun dalam kekacauan yang semakin luas, jika kali ini parlemen tetap gagal menciptakan kemajuan dalam pembentukan pemerintahan baru," ujar Nickolay Mladenov, utusan khusus PBB untuk Irak, dilansir Reuters, Sabtu (16/7).

Sebelumnya, parlemen Irak telah menggelar pemilihan guna membentuk pemerintahan baru sebagai dampak kekacauan ISIS yang semakin meningkat dalam negara. Namun, anggota parlemen saling terlibat pertengkaran dan tidak menyelesaikan pemilihan tersebut.

Hal ini disebabkan, mereka gagal menyepakati nama-nama baru yang menjadi pilihan untuk menduduki tiga jabatan penting dalam pemerintahan baru. Para anggota parlemen yang terbagi atas Syiah, Sunni, dan Kurdi telah mendapat peringatan dari AS untuk segera menyelesaikan konflik di antara mereka dan bersama-sama memilih pemimpin baru yang dapat diterima seluruh pihak.

Salah seorang ulama Syiah ternama di Irak, Ayatullah al-Sistani bahkan terus memperingati Maliki untuk mundur dan parlemen dapat bersatu untuk memilih pemimpin yang tepat. PBB melalui Mladenov meminta para anggota parlemen Irak agar seluruhnya menghadiri pertemuan kedua untuk membentuk pemerintahan baru, yang sebelumnya hanya dihadiri kurang dari sepertiga anggota parlemen.

Saat itu, di tengah pemilihan belangsung, anggota parlemen Sunni dan Kurdi meninggalkan ruangan, setelah anggota Syiah gagal mencalonkan nama perdana menteri baru untuk menggantikan Maliki.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement