Jumat 22 Aug 2014 20:40 WIB

Mantan Perdana Menteri Jepang Desak Australia Hentikan Ekspor Uranium

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Mantan Perdana Menteri Jepang, Naoto Kan menilai, semestinya Australia mencoba menghentikan negara lain mengembangkan tenaga nuklir. Karenanya dia juga menyayangkan kondisi yang terjadi malah sebaliknya, Australia malah mengekspor uranium.

Mantan Perdana Menteri Jepang, Naoto Kan, berada di Darwin sebagai bagian dari safari lobi untuk penggunaan energi terbarukan yang lebih besar. (Foto: Kate Wild)
Naoto Kan, yang menjabat sebagai perdana menteri pada periode Juni 2010 hingga Agustus 2011 berada di Australia untuk melobi penggunaan sumber energi terbarukan yang lebih luas. Pernyataan Naoto Kan sangat beralasan, di mana saat terjadinya bencana Fukushima, dirinya menjabat sebagai perdana menteri di Jepang.
Ia mengatakan, dunia sempat beranjak meninggalkan energi nuklir, dan Australia semestinya tak menghalangi langkah tersebut. “Daripada berkontribusi melalui ekspor dan membuat beberapa negara semakin bergantung pada energi nuklir, semua negara termasuk Australia seharusnya berupaya untuk melakukan hal yang bisa mengurangi ketergantungan pada energi nuklir,” harapnya baru-baru ini.

Ia menambahkan, “Saya harap Australia bisa mengekspor di luar uranium atau batubara misalnya, namun energi yang bisa diciptakan melalui sumber-sumber terbarukan.”

Ketika ia menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang, mewakili Partai Demokrat Jepang, bencana tsunami yang melanda menyebabkan insiden nuklir, di mana tiga reaktor nuklir di Fukushima hancur dan memaksa adanya evakuasi massal. “Kami hampir saja menempuh skenario untuk mengevakuasi warga dalam radius 250 kilometer. Ini akan meliputi Tokyo, yang artinya 40% dari seluruh populasi Jepang – yang mendekati 50 juta jiwa,” ujarnya.

Partainya menggagas kebijakan untuk melihat energi nuklir enyah dari Jepang pada tahun 2030, namun kebijakan ini digagalkan kekuatan Demokratik Liberal, yang merebut kekuasaan pada tahun 2012.

Australia diduga memiliki sumber uranium terbesar di dunia, dan pertambangan ini berada di Wilayah Utara Australia dan negara bagian Australia Selatan, sementara Queensland baru-baru ini mencabut larangan 30 tahun atas pertambangan uranium.

Australia Barat juga tengah mencari peluang untuk mengembangkan industri uraniumnya.

Perdana Menteri Tony Abbott akan segera bertolak ke India untuk merampungkan kesepakatan penjualan uranium dengan negara Asia Selatan ini, untuk pertama kalinya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement