Jumat 31 Oct 2014 16:27 WIB

Burkina Faso Inginkan Rezim Segera Diakhiri!

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Winda Destiana Putri
Presiden Burkina Faso
Foto: Reuters
Presiden Burkina Faso

REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Warga Burkina Faso yang berunjuk rasa menyerbu gedung parlemen dan membakar sebagian gedung, Kamis (30/10).

Sebelum berubah menjadi kerusuhan, mereka berdemo untuk menghentikan pemungutan suara yang akan memungkinkan Presiden Blaise Compaore menduduki jabatan untuk kelima kalinya.

Otoritas mengatakan sedikitnya satu orang tewas dan beberapa orang terluka dalam kerusuhan. Keadaan darurat diberlakukan selama beberapa jam sebelum akhirnya dicabut Kamis malam.

Pemerintah kemudian mengabulkan tuntutan demonstran dan menarik rancangan undang-undang dari pertimbangan. Namun, keputusan tersebut tidak menenangkan pengunjuk rasa.

Kepala Staf Gabungan Jenderal Angkatan Darat Honore Traore kemudian mengumumkan pemerintah dan parlemen telah dibubarkan dan pemerintah inklusif baru akan diberi nama. Setelah kekacauan selama beberapa jam, presiden memberi pidato singkat di televisi dan radio. Compaore mengatakan dia masih bertanggung jawab pada negara dan tidak akan mundur dari jabatannya.

"Saya bersedia berdiskusi terbuka dengan semua pihak," ujarnya dalam sambutan yang telah direkam, Jumat (31/10).

Pemerintahan transisi akan mencakup perwakilan dari semua pihak dan bekerja untuk menggelar pemilihan umum dalam 12 bulan. Namun, belum jelas apakah oposisi setuju bergabung dalam pemerintah bersatu.

Kerusuhan tersebut menggarisbawahi ancaman yang kini dihadapi Compaore. Dalam kerusuhan, banyak juga warga yang menyerang rumah menteri pemerintah dan menjarah toko-toko di kota terbesar kedua di negara itu Bobo Dioulasso.

Api membumbung dari gedung utama di kompleks parlemen. banyak anggota parlemen yang menyelamatkan diri ke hotel terdekat.

Demonstran berteriak "Rezim sudah berakhir! dan kami tidak menginginkannya lagi!."

"Sulit mengatakan apa yang akan terjadi, tapi keadaan menjadi tidak terkendali karena pengunjuk rasa tidak mau mendengar siapapun," kata anggota parlemen dari kubu oposisi Ablasse Ouedraogo.

Gambar mobil-mobil yang terbakar dan asap hitam yang mengepul di ibukota Ouagadougou membuat komunitas internasional angkat bicara. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon meminta semua pihak mengakhiri kekerasan. Dia menyatakan kesedihan atas hilangnya nyawa dalam kerusuhan.

Utusan Khusus PBB Mohamed Ibn Chambas mengatakan dia menyesalkan memburuknya situasi keamanan. Dia dijadwalkan mengunjungi negara tersebut, Jumat.

Juru bicara partai berkuasa Jonathan Yameogo mengatakan untuk memulihkan situasi, para pemimpin militer bertemu dengan kepala suku kelompok etnis terbesar Mossi, Kamis siang. Burkina Faso telah lama diketahui sebagai negara yang relatif stabil di Afrika Barat.

Compaore pertama kali menjadi presiden pada Oktober 1987 melalui kudeta terhadap Presiden Thomas Sankara. Sankara adalah kawan lama dan sekutu politik Compaore yang tewas dalam kudeta. Sejak saat itu dia telah terpilih selama empat periode meski oposisi mempermasalahkan hasilnya.

Juru bicara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Jen Psaki dalam pernyataannya menyambut baik keputusan Compaore menarik rancangan undang-undang yang memungkinkannya bersaing merebut kursi presiden.

"Kami juga menyambut baik keputusannya membentuk pemerintah bersatu nasional untuk menyiapkan pemilihan nasional dan mengalihkan kekuasaan kepada penerus yang dipilih secara demokratis," ujar Psaki.

Polisi sebenarnya berhasil memukul mundur massa dengan gas air mata. Namun, massa kembali berkumpul dalam jumlah yang lebih besar. Mereka berhasil melewati barikade polisi dan masuk ke parlemen. n ap/ani nursalikah

 

Ani Nursalikah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement