Jumat 19 Dec 2014 11:01 WIB

Pengadilan Bikin Orang tak Bersalah Ini Dipenjara 70 Tahun

Rep: c01/ Red: Joko Sadewo
Penjara/ilustrasi
Foto: pixabay
Penjara/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Pada 1944 lalu, pengadilan Carolina Selatan menjatuhi George Stinney (14) hukuman mati. Setelah 70 tahun berlalu, pengadilan meralat putusan tersebut dan membersihkan nama Stinney.

Pada 1944, Stinney didakwa membunuh dua anak perempuan berkulit putih, Betty June Binnicker (11) dan Mary Emma Thames (7). Kedua gadis kecil ini ditemukan tewas di kota terpencil yang dihuni oleh orang-orang kulit hitam yang terpinggirkan karena rasisme, kota Alcolu di Carolina Selatan, pada Maret 1944. Di era Hukum Jim Crow ini, hukum yang mengatur pemisahan rasial, Stinney diadili, didakwa dan dieksekusi dalam waktu 83 hari.

Kasus ini terus membayangi Carolina Selatan untuk waktu yang lama. Anggota keluarga Stinney sejak awal meyakini bahwa Stinney dipaksa untuk mengakui tuduhan tersebut dan menjadi kambing hitam bagi komunitas kulit putih untuk melampiaskan hukuman atas pembunuhan pada dua anak gadis tersebut.

"Satu peristiwa dalam sejarah kita yang sangat disayangkan," ujar Hakim Carmen Mullen pada persidangan Rabu lalu. Mullen menyatakan sangat mungkin jika terdakwa, Stinney, kala itu dipaksa untuk mengakui tuduhan. Pasalnya, posisi Stinney yang merupakan bocah berusia 14 tahun serta berkulit hitam sangat timpang dengan 'lawannya' yang berkulit putih, mengingat pada waktu itu isu rasisme sangat kental terasa.

Stinney merupakan orang termuda di Amerika Serikat yang dijatuhi hukuman mati sepanjang abad ke-20. Mullen menyatakan pengakuan Stinney yang tanpa pendampingan pengacara maupun orang tuanya mustahil  diakui oleh undang-undang amandemen kelima dan keempatbelas.

Selain itu, kesaksian saudara Stinney yang sedang bermain  bersamanya di saat peristiwa pembunuhan berlangsung pun tak diangkat sebagai alibi di persidangan 70 tahun lalu. Pengacara Stinney saat itu pun dinilai Mullen "tak melakukan apa-apa" untuknya.

"Berdasarkan fakta-fakta yang disajikan dalam pengadilan ini, metode yang digunakan oleh penegak hukum dalam mengadili terdakwa saat itu dapat dikatakan terlalu sugestif, tak terkendali, dan tak mematuhi standar prosedur yang diatur dalam amandemen undang-undang pertama dan keempatbelas," jelas Muellen.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement