Kamis 08 Jan 2015 13:59 WIB

'Bunuh 10 Jurnalis Pun, Kami Tetap Terbit'

Rep: c01/ Red: Esthi Maharani
Sebuah lilin dinyalakan sebagai pernyataan berduka cita terhadap penembakan terhadap kantor majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis.
Foto: ap
Sebuah lilin dinyalakan sebagai pernyataan berduka cita terhadap penembakan terhadap kantor majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Mantan jurnalis Charlie Hebdo, Caroline Fourest, menyatakan penyerangan terhadap kantor media tersebut tidak akan menghilangkan kebebasan pers Prancis. Penerima penghargaan jurnalis ini bahkan menjanjikan Charlie Hebdo tetap akan terbit pekan depan.

"Walaupun seandainya mereka membunuh 10 jurnalis kami, Charlie Hebdo akan tetap terbit minggu depan," ujar Fourest.

Serangan terhadap kantor majalah Charlie Hebdo menewaskan 12 orang. Delapan di antara korban tersebut merupakan mantan teman sejawat Fourest. Meski terjadi serangan, Fourest meyakinkan edisi majalah Charlie Hebdo selanjutnya akan tetap terbit pada pekan depan. Fourest menegaskan penyerangan fatal yang terjadi pada Charlie Hebdo tidak akan membuat kebebasan berpendapat di Prancis menjadi bisu.

Ia menyatakan para jurnalis Charlie Hebdo yang selamat serta para mantan rekannya seperti Fourest telah memutuskan untuk bekerja sama. Mereka akan melakukan pertemuan besok (9/1) terkait penerbitan edisi Charlie Hebdo selanjutnya. Ia menegaskan tindakan pelaku penyerangan tidak akan menghentikan langkah mereka.

Fourest juga menilai para militan yang melakukan penyerangan adalah orang gila yang bodoh karena militan tersebut melakukan hal yang kejam karena takut pada gambar kartun sederhana. Ia pun menyebut para militan merupakan sekumpulan orang-orang tanpa kemampuan. Pasalnya, membunuh dengan senjata otomatis bisa dilakukan oleh siapa saja. Sedangkan para korban yang merupakan jurnalis dan kartunis merupakan orang-orang yang memiliki talenta.

"Orang-orang tanpa talenta itu membunuh banyak orang bertalenta hari ini hanya untuk menciptakan emosi, menyebabkan orang terkejut, dan membuat situasi penuh kepanikan serta kebencian," lanjut Fourest.

Fourest menyatakan selama ini para mantan teman sejawatnya hidup di bawah perlindungan polisi selama bertahun-tahun. Ia menggambarkan para korban sebagai orang-orang yang manis sekaligus pemberani. Pasalnya, para jurnalis yang menjadi korban tersebut dapat membuat orang lain tersenyum dengan sambil tetap memperjuangkan kebebasan pers.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement