Senin 12 Jan 2015 08:59 WIB

Muslim Afrika Kecam Serangan Kantor Charlie Hebdo

Rep: C03/ Red: Erik Purnama Putra
Salah satu edisi majalah Charlie Hebdo.
Foto: Stripsjournal
Salah satu edisi majalah Charlie Hebdo.

REPUBLIKA.CO.ID, DURBAN -- Umat Muslim Afrika Selatan turut mengecam serangan yang terjadi kantor majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis. Mulai dari tokoh agama, politikus, dan aktivis sepakat menilai bahwa membunuh orang tak bersalah atas nama ideologi merupakan tindakan tercela.

Pimpinan organisasi antaragama untuk perdamaian, Saydoon Sayed, mengatakan belas kasih ditujukan untuk para korban, keluarganya termasuk pelaku yang mempunyai motivasi dasar yang tidak diketahui.

“Kekerasan ini membuat penderitaan dan kemarahan banyak orang. Kami bertanya-tanya apa yang telah terjadi dengan kehidupan pelakunya hingga melakukan penyerangan,” tutur Saydoon Sayed seperti dilansir iOl News pada Senin (12/1)

Sementara itu, bendera Prancis berkibar setengah tiang di beberapa tempat, seperti Kedutaan Prancis untuk Afrika Selatan, kantor pusat organisasi budaya, dan Aliansi Prancis di Mornigside, Afrika Selatan.

“Saya melihat tragedi ini dari dua sisi. Dengan mempertanyakan apa yang menyebabkan pelaku hingga menempatkan dirinya pada posisi seperti itu  kita juga harus menelaah lebih jauh mengapa dengan cara seperti ini. Satu nyawa yang hilang melalui cara seperti ini sudah terlalu banyak,” tuturnya.

Sementara itu, menurut akademisi, pelukis, dan aktivis dari KZN Forum Solidaritas Palestina, Lubna Nadvi, seluruh tindak kekerasan harus dihukum. Tak hanya terhadap orang-orang yang diduga sebagai umat Islam, tapi semua yang bertindak anarkis.

“Pembunuhan kembali menjadi momok terhadap apa yang disebut ideologi ekstremis Islam seperti terorisme. Analisis itu sangat cacat, seperti tindakan kekerasan lainnya," ujar Nadvi.

"Seperti penembakan di sekolah di Amerika Serikat atau pembunuhan oleh pria bersenjata di Norwegia. Jangan langsung bicara bahwa apakah ekstremis Kristen, Yahudi, atau lainnya kemudian yang disalahkan adalah agama."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement