Senin 19 Jan 2015 07:52 WIB

Hadapi Charlie Hebdo, Kelompok di Pakistan Boikot Produk Prancis

Rep: C05/ Red: Erik Purnama Putra
Pendiri Lashkar e Taiba, Hafiz Saeed serukan boikot produk Prancis menyikapi Charlie Hebdo.
Foto: ABC
Pendiri Lashkar e Taiba, Hafiz Saeed serukan boikot produk Prancis menyikapi Charlie Hebdo.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMAB -- Sebuah kelompok militan di Pakistan telah mendesak para pendukungnya untuk memboikot produk Prancis sebagai protes terhadap cover majalah terbaru Charlie Hebdo, yang menampilkan gambar Nabi Muhammad Saw.

Hafiz Saeed, pendiri Lashkar e Taiba--kelompok yang dianggap berada di balik serangan Mumbai tahun 2008 dan beberapa serangan di India--mengatakan kepada demonstran, ia memulai gerakan melawan apa yang disebutnya karikatur yang menghina nabi tercinta.

Mr Saeed mendesak para pedagang untuk menghentikan impor produk Prancis dan bagi para pemimpin Pakistan untuk mencoba untuk mendapatkan hukum internasional terhadap penghujatan berlalu, demikian laporan Reuters.

Protes terjadi di Pakistan pada Ahad (19/1), di mana ribuan orang berkumpul di hampir semua kota besar, termasuk Lahore, Karachi dan Islamabad, meneriakkan slogan-slogan marah dan membakar bendera Perancis. Sekitar 5 ribu orang berdemonstrasi menentang majalah terbitan di Paris tersebut di timur kota Lahore Pakistan.

Majalah satir Charlie Hebdo menerbitkan gambar Nabi Muhammad menangis di sampulnya pada edisi pekan lalu setelah dua orang bersenjata menyerbu kantor dan menewaskan 12 orang. Orang-orang bersenjata mengatakan serangan mereka adalah balas dendam atas kartun sebelumnya majalah menerbitkan mengejek Islam.

Kemarahan meletus di berbagai negara mayoritas Muslim setelah majalah menanggapi terbunuhnya para redaktur dengan kembali membuat karikatur Nabi Muhammad SAW, menunjukkan nabi di bawah judul 'emuanya Dimaafkan'.

Majalah Charlie Hebdo telah terjual sebanyak 2,7 juta kopi pascaserangan yang menewaskan 12 orang. Charlie Hebdo bahkan mentargetkan akan mencetak kembali hingga 7 juta eksemplar. Pasca tragedi tersebut, majalah itu malah mengalami kenaikan oplah yang sebelumnya hanya 60 ribu per pekan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement