Sabtu 24 Jan 2015 19:42 WIB

Pemerintah Australia akan Simpan Data Pelanggan Telekomunikasi Selama 2 Tahun

Red:
  Pemerintah Australia menghendaki perusahaan telekomunikasi menyimpan metadata pelanggannya selama minimal 2 tahun.
Foto: Getty Images
Pemerintah Australia menghendaki perusahaan telekomunikasi menyimpan metadata pelanggannya selama minimal 2 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW SOUTH WALES -- Undang-undang mengenai penyimpanan data telepon dan internet bagi seluruh pelanggan di Australia bisa membantu memberantas tindak kejahatan dan korupsi.

Demikian dikemukakan Komisi Independen Pemberantasan Korupsi (ICAC) di negara bagian New South Wales, Australia.

Pendapat ICAC ini disampaikan sebagai bentuk dukungan terhadap rancangan UU (RUU) Retensi Data yang saat ini sedang dibahas di parlemen Australia. Jika lolos, UU ini akan mengharuskan semua perusahaan jasa telekomunikasi untuk menyimpan metadata yaitu seluruh aktivitas telepon dan internet pelanggan telekomunikasi di Australia.

"Kurangnya data telekomunikasi berpotensi menghambat penyelidikan dan penindakan kejahatan serius," kata Roy Waldon dari ICAC baru-baru ini.

Dukungan bagi RUU ini juga telah disampaikan pihak kepolisian dan badan-badan intelijen Australia. Namun kurangnya perincian aturan dalam RUU ini menimbulkan kekhawatiran luas di masyarakat bahwa nantinya data pelanggan bisa disalahgunakan untuk tujuan lain.

Professor George Williams dari University of New South Wales menyebutkan, RUU ini tidak secara spesifik mendefinisikan apa itu metadata. "Jika membaca RUU ini tampaknya metadata adalah apa yang ditentukan oleh pemerintah sendiri," katanya.

"Tidak ada kejelasan mengenai siapa yang memiliki akses terhadap metadata itu," tambah Prof Williams.

Namun menurut ICAC, kurangnhya detail dalam RUU justru dibutuhkan. "Sebab hal itu akan memungkinkan adanya keleluasaan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi," kata Roy Waldon.

Kekhawatiran di kalangan masyarakat Australia saat ini bukan hanya mencakup data apa saja yang bisa diakses oleh polisi, intelijen serta komisi anti korupsi. Selain itu, dikhawatirkan pula mengenai berapa sering mereka bisa mengakses data.

Prof Williams menyarakan perlunya pembatasan akses bagi pihak berwenang misalnya perlunya surat perintah pengadilan terlebih dahulu sebelum mereka bisa mengakses data pelanggan telekomunikasi. Sebagai gambaran, pihak Kepolisian Negara Bagian Victoria di Melbourne mengajukan permintaan data pelanggan telekomunikasi sebanyak 63 ribu kali sepanjang tahun 2013/2014.

Pemerintah Australia sendiri berharap RUU ini akan lolos menjadi UU tahun ini juga.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement