Senin 09 Mar 2015 10:32 WIB

Keluarga Korban Chapel Hill: Polisi tak Hormati Kami

Rep: C13/ Red: Ani Nursalikah
Dua korban penembakan di komplek University of North Carolina,Chapel Hill, Deah Shaddy Barakat (kanan) bersama istrinya Yusor Mohammad.
Foto: facebook
Dua korban penembakan di komplek University of North Carolina,Chapel Hill, Deah Shaddy Barakat (kanan) bersama istrinya Yusor Mohammad.

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Kematian ketiga korban Chapel Hill telah memberikan luka dan kesedihan bagi keluarga korban. Perasaan berat hati ini terutama dirasakan oleh adik korban yang bernama Suzanne Barakat.

Menurut Suzanne, pernyataan polisi yang mengungkapkan kematian ketiga korban akibat perebutan lahan parkir itu sangat aneh.  Ia menyatakan pernyataan polisi itu merupakan sikap yang tidak hormat terhadap korban dan keluarganya.

Dia juga berpendapat polisi jelas telah menganggap pembunuhan yang dialami ketiga korban permasalahan kecil bagi polisi.

"Yang menyebabkan kematian adik, istri dan adik ipar adik saya bukan karena permasalahan lahan parkir. Tapi, masalah kepercayaan kami," kata Suzanne seperti dilansir Onislam.net, Senin (9/3).

Menurutnya, sebagai seorang Muslim Amerika dia bisa melihat fenomena Islamofobia yang semakin kuat terjadi di Barat. Ia menegaskan pandangannya terhadap kematian keluarganya itu tidak jauh berbeda dengan pandangan Muslim lainnya.

Sebelumnya, tersangka penembakan Chapel Hill Craig Hicks dinyatakan bersalah atas pembunuhan ketiga korban. Ia mengatakan latar belakang pembunuhan itu akibat sengketa lahan parkir.

Argumen itu jelas ditolak oleh pengamat dan anggota keluarga korban Chapel Hill. Mereka percaya si pembunuh melakukannya karena dimotivasi oleh ras dan agama.

Pembunuhan yang terjadi di wilayah North Carolina dilihat sebagai akibat meningkatnya sentimen anti-Muslim. Banyak politisi dan selebritis seperti Bill Maher yang secara lantang mengkritik tajam agama.

Suzanne Barakat merupakan salah satu dari Muslim yang mengalami kondisi akibat Islamofobia. Di North Carolina Utara, di mana ia belajar ilmu kedokteran, beberapa pasien menolak berjabat tangan atau memandangnya karena jilbabnya. Dia bahkan  pernah diancam oleh pasiennya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement