Senin 09 Mar 2015 21:01 WIB

#IstandwithMariam, Gerakan Baru Hadapi Serangan Anti-Islam di Medsos (1)

Red:
Aktivis pembela komunitas Muslim, Mariam Veiszadeh, telah menjadi target kampanye anti-Islam.
Foto: Tweeter
Aktivis pembela komunitas Muslim, Mariam Veiszadeh, telah menjadi target kampanye anti-Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, QUEENSLAND -- Aktivis pembela komunitas Muslim ini diserang di media sosial setelah ia memprotes penjualan kaos tanpa lengan, yang dinilai ‘fanatik’, oleh jaringan swalayan di Australia. Kini, ia menjadi inspirasi gerakan #IstandwithMariam.

Pada bulan Oktober 2014, Mariam Veiszadeh adalah salah satu dari banyak pengguna Twitter yang secara terbuka menolak penjualan kaos tanpa lengan. Kaos itu bergambar bendera Australia dan bertuliskan ‘jika Anda tidak menyukainya, maka pergilah’.

Pada saat itu, Mariam menerima ratusan komentar kasar di media sosial, tetapi setelah ‘Woolworths’ mencabut peredaran kaos tanpa lengan itu dari swalayan mereka di Kota Cairns, Queensland, cerita itu berakhir begitu saja.

Namun beberapa bulan kemudian, ia menerima rentetan ancaman kematian dan kekerasan rasial.

Beberapa kelompok rasis, yang dipimpin oleh blog Amerika ‘The Daily Stormer’, mendesak orang-orang di seluruh dunia menggunakan media sosial mereka untuk menyerang Mariam.

Serangan itu termasuk ratusan status Twitter, pesan Facebook dan foto Mariam yang diedit sedang memegang babi, atau fotonya yang sedang dikubur dalam pasir.

"Penyalahgunaan terbaru yang saya terima, dipicu oleh situs neo-Nazi berbasis di AS, yang saya percaya memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok di sini," ujar Mariam baru-baru ini.,

Ia menyambung, "Mereka menerbitkan sebuah artikel yang sangat keji, mencurahkan banyak perhatian kepada saya, mendesak 5.000 pengikut mereka untuk mengirimi saya sebanyak mungkin status ofensif yang penuh kebencian di Twitter."

Mariam mengatakan, ia terkejut bahwa hampir setengah tahun setelah kontroversi kaos tanpa lengan itu, kampanye melawannya lagi-lagi mendapatkan momentum.

"Saya cek Twitter dan pada dasarnya saya hanya mengunggah status bahwa saya merasa marah karena Woolworths diduga menjual sesuatu yang tampak seperti pesan fanatik pada kaos tanpa lengan," ceritanya.

"Sentimen yang saya nyatakan hari itu di Twitter ditanggapi oleh ribuan orang, tetapi tampaknya orang-orang itu tersinggung dengan apa yang saya katakan,” tambahnya.

Ia menuturkan, "Sayangnya, saya menerima ancaman pembunuhan tapi saya bertekad untuk terus berjuang melawannya."

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement