REPUBLIKA.CO.ID,BANGKOK -- Pemimpin Junta Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha menginginkan pemberlakuan hukuman mati bagi wartawan yang menyiarkan berita tidak benar.
Bulan lalu, Prayuth bahkan mengatakan, dia berwenang untuk menutup kantor berita manapun dan mengambil tindakan lebih keras.
"Kami mungkin saja akan mengeksekusi mereka," kata Prayuth, dilansir dari the Guardian, Kamis (26/3).
Panglima Militer Thailand itu menegaskan bahwa media tak perlu mendukung pemerintah, namun media harus melaporkan kebenaran.
Prayuth meminta para jurnalis untuk menulis dengan cara yang benar. Prayuth adalah kepala junta yang berkuasa sekaligus perdana menteri yang berhasil menggulingkan pemerintahan Yingluck Shinawatra dalam kudeta Mei lalu, setelah berbulan-bulan protes massa yang bertujuan mengusir Yingluck.
Sosoknya dikenal dengan tindakan-tindakannya yang impulsif dan komentar-komentarnya yang suka tiba-tiba. Prayuth melancarkan hukman keras terhadap para pembangkang. Dia mengatakan Thailand belum berstatus darurat militer, akan tetap sedang berada di sebuah titik sensitif.
Beberapa waktu lalu, Prayuth sangat kritis terhadap surat kabar Thailand Matichon yang menuduhnya berpihak pada mantan perdana menteri terguling, Thaksin Shinawatra dan sekutu-sekutunya.
"Jangan pikir saya tak tahu bahwa tulisan Anda pro pada pemerintahan sebelumnya. Kementerian Dalam Negeri sebelumnya banyak memasang iklan di media Anda," katanya.
Sejak tentara menggulingkan Thaksin - yang juga kerabat Yingluck - pada 2006 lalu, Thailand terbagi.
Dukungan untuk Thaksin sebagian besar berasal dari kelas pekerja di pedasaan dan perkotaan. Namun, rakyat di ibukota dan Thailand Selatan membenci Thaksin dan menuduhnya nepotisme.
Tak lama setelah berkuasa, Prayuth meluncurkan peta jalan (roadmap) selama satu tahun untuk mendamaikan Thailand.